Minggu, 02 Juni 2013

P0p CORN “firs love?"


Oleh, Dewi Muliyana, ( di sempurnakan NisJasmine )

Kantor advokat Arfan Helmi syahid, SH.
                “Ketika dedaunan mulai merontokkan daunnya, aku tak bergeming sedikitpun.  Yeachhh walau aku tak mampu, aku tak kan berharap kau datang kembali dihadapanku, seperti malam itu. Malam yang penuh dengan kenangan mengesankan, kau bercerita tentang berbagai hal, cinta, kasih sayang, keluarga, atau bahkan masalah yang tengah kau hadapi. Akupun tak pernah sungkan mendengarkan keluh kesah yang kau ceritakan padaku, aku tak tahu kenapa itu,  apa karna aku mencintaimu? hingga apa yang engkau lakukan dihadapan ku terasa indah atau bahkan istimewa .... tapi apakah aku yang terlalu berlebihan ....???  mungkin cinta ku telah membutakan semuanya.”  Tulisku pada secarik kertas.
            Hatiku berdebar, tujuh tahun telah berlalu. Semua keindahan yang nyaris menghilang kini kembali menmgusik pikiranku. Entah seperti apa wajahnya sekarang? Apakah dia masih seorang bocah seperti dulu? Hmmmm, jika harus menceritakan tentang dia, mungkin akan membutuhkan puluhan bahkan ratusan botol tinta untuk menulisnya.
Tepat tujuh tahun yang lalu,
            Disini, masih di tempat ini. Di kantor advokat Arfan helmi syahid, SH. Saat itu usiaku masih 21 tahun, masih berstatus sebagai mahasiswa hukum semester 6. Di sabtu sore yang biasanya menyenangkan, kini tiba-tiba menjadi sabtu sore yang menegangkan. Hari ini aku harus menghadapinya, seseorang yang serasa begitu menakutkan bagiku. Kudengar dia mahasiswa semester 4 pindahan dari luar negeri. Bukan itu yang membuatku bingung, tapi karna dia anak paman kim, sahabat ayahku yang meminjamkan rumahnya padaku. Rumah yang kutempati selama 3 tahun, kini harus kutinggalkan.
“hai.....” suara Alya mengejutkanku.
Aku tersenyum.
“Mikirin apa hayo.....” tanyanya
“ malam ini dia datang?”
“siapa?”
“anak dari pemilik rumah yang kutempati”
“bagus dong, berarti sekarang kamu punya temen” jawaban Alya begitu santai seakan tak mampu membaca ekspresiku
“dia laki-laki, semester 2”
“wah litu lebih bagus dong, brondong. Ih...... cucok!!!!”
Aku melotot padanya.....
“iya! iya! biasa aja kek! Terus masalahnya apa?” tanyanya
“aku belum punya tempat tinggal...., aku nginep ditempatmu dulu boleh ga. Besok aku cari kos deh...?” tanyaku dengan tampang yang diimut-imutkan
“aku aja numpang! kamu malam ini tinggal disana aja dulu, besok tak bantu nyari kos”
“dia itu laki-laki” teriakku.
Alya menutup kupingnya, “ya, ga usah teriak kali, kuping gue masih normal” keluhnya, “ ya, udah nanti malam datang ja ke rumah kakak ku”
Aku mempersembahkan senyum termanis yang kupunya.

---000---

“hai....tante” seorang laki-laki dengan tinggi 175cm menggetkanku. What????? Tante??? Dia buta pa gimana?
“kamu tante Meswa ya?” mengulurkan tangannya, “kenalin tante, aku Lee. Yang kemarin bilang mau kesini”
“tante? Kamu pikir aku setua itu!!!” gentakku “dasar bocah!”
“ini rumahku ya?” tanyanya sok!
“iya, aku tau. Sekarang aku akan pergi.”
“kemana?” tanyanya, “maksudku tante mau tinggal dimana?” dia mengulangi pertanyaanya.
“dimanapun asal ga denganmu!”
“heyyy, emang aku ini kenapa?”
Aku tak memperdulikan ocehannya, langsung pergi gitu aja tanpa bicara.
---000----

Halte bus....
Apakah aku ini bodoh? Sekarang 1000 bus lewat pun aku ga akan bisa sampai rumah Alya kalau dompetku tertinggal di rumah bocah tengik itu. Mana HP-ku ga da pulsanya lagi. Huh... ternyata aku memang benar-benar fakir miskin. Disaatku hampir putus asa, tiba-tiba starligh hp-q menyala diikuti lagu part of the dream. Dimana ada kesulitan, disitu pasti ada jalan, pikirku.
“ya...” aku menjawab telpon dengan nada yang paling judes
“hei, tante. Sekarang kamu dimana?”
Tanpa kusadari aku menceritakan semuanya padanya, sampai akhirnya dia mematikan telephone-nya. Sejenak aku berpikir dan menghibur diri, tak ada salahnya menumpang semalam di rumahnya. Setidaknya, aku bisa tidur nyaman untuk malam ini.
Tiba-tiba terdengar deru motor yang di-rem.
“ayo”katanya
“terimakasih ya...”ucapku
“sudah, cepet naik atau aku tinggal”
---000----
“hanya untuk malam ini, aku berjanji besok akan pergi.” kataku sesampainya di rumah.
“ sudahlah tinggal disini saja, aku juga butuh pembantu!” jawabnya enteng, dasar bocah seenaknya saja merendahkan orang.
“apa kamu punya gangguan otak? Setelah memanggilku tante sekarang kamu mau menjadikan aku pembantu. Hei, aku masih punya harga diri”
“apa harga diri itu begitu penting bagimu?”
“aku ini manusia!!!”
“manusia?” dia tersenyum menjengkelkan “ tante bahkan lebih layak disebut monster”
Aku membanting tas yang sejak tadi kupegang. “aku memang bodoh! Seharusnya aku ga kembali kesini, tinggal bersama bocah sombong sepertimu
“memang masalahmu itu apa? Aku seperti ini karna memang karakterku seperti ini? Kalau saja ayahku ga memintaku untuk baik-baik denganmu aku juga ga mau tinggal dengan tante-tante sepertimu”
Apa? Jadi dia tadi bersikap baik karena paman kim? Owhhh dia benar-benar parah
“kenapa diam? Apa baru aku yang menyadarkanmu kalau kamu itu tante-tante.”
Beberapa hari yang lalu, aku berharap dia bisa berbahasa Indonesia agar mempermudahku dalam berkomunikasi, tapi pada detik ini, aku berharap Lee tidak pernah bisa berbahasa Indonesia. Sangat menyakitkan!
“ini Indonesia? Laki-laki dan perempuan tidak boleh tinggal bersama.” Teriakku.
“memang kenapa?” tanyanya begitu lugu, “memangnya ada larangan seorang keponakan tinggal dengan tantenya?”
Bukkkkk!!!! Tanganku akhirnya mendarat juga di kepalanya.
“aww, sakit tante!” keluhnya. “baiklah-baiklah, besok aku akan berkunjung ke tetangga sambil membawa kue beras dan bilang satu-satu kalau kamu ini tanteku” uacapnya seraya pergi “ sekarang tidur” ambahnya.
“oke baiklah, tapi kamu harus mematuhi bats-batas teritorial yang kubuat”
Lee berbalik arah. “apa? Batas? Hey ini rumahku!”
Lee berteriak ga jelas saat aku memberikan batas-batas yang boleh ia lewati dan yang tidak. Aku ga peduli, toh dia hanyalah seorang bocah.
---000---
Di kantor advokat, aku masih membereskan berkas-berkas kasus penganiaayaan seorang laki-lagi terhadap seniorku. Aku masih belum mengerti, mengapa laki-laki selalu menggunakan kegagahannya untuk menyakiti, bukan melindungi. Bekerja disisni memang sangat memilukan, masuk ke dalam divisi advokasi keperempuanan terkadang membuatku merasa hidup ini tak adil, apakah seorang laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, yang laki-laki berhak menindas sedangkan perempuan layak untuk ditindas? Aku benci yang seperti ini, walau sudah banyak bukti akan kekerasan terhadap perempuan, aku masih percaya masih banyak laki-laki yang bisa melindungi. Masih teringat jelas bagaimana ayahku mati mengenaskan hanya untuk melindungiku dan ibuku. Peristiwa itu takan pernah kulupakan, ayah mencintaiku dan ibu lebih dari dirinya. Disaat mengingat masa-masa indah waktu kecil dulu, tiba-tiba aku teringat pada Lee, anak kecil dengan mata sipitnya. Aku mendengar suaranya saat menelfonku, nadanya saat dia berkata mengkhawatirkanku. Aku seakan mendengar nada ayah saat mengatakan hal yang sama.
“semalam kamu tidur dimana Mes....?” pertanyaan aAlya membuyarkan lamunanku.
“di rumah” jawabku singkat
“kok bisa?”
“semalam, saat aku mau ke rumahmu, dompetku tertinggal. Mau menelponmu, hp-ku ga da pulsa. Untungnya Lee menjemputku”
“ Lee?   Siapa Lee?”
“anak yang punya rumah”
“seperti apa dia?”
“emmmm, tingginya sekitar 175cm, hidungya mancung, matanya sipit”
“wah ganteng dong, boleh juga tuh...”
“hei, dia tu masih kecil, dia masih 19th, kamu mau?”
“bukan untukku, tapi kamu”
“ikhhh. Ogah. Aku tuh masih suka ya sama mas fachril” obrolan kami terhenti ketika sosok laki-laki yang ku sebut melintas. Mas fachril hanya tersenyum, saat berada dihadapku. Entah apa yang kurasakan? Aku mengaguminya. Entah itu sebatas teman? Sahabat? Atau lebih dari itu. Namun jauh dari itu aku hanya ingin terlihat normal. Mencintai laki-laki.
---000---
Hari, berganti bulan. Tak terasa, pertengkaran diantara aku dan Lee pun menjadi hal yang biasa setiap kali bertemu. Batas-batas teritorial yang ku buat selalu menjadi pemicu perang mulut diantara kami. Sebenarnya dia ank yang baik, hanya saja terkadang mulutnya jelek.
“kamu makan apa tant?” Lee memulai ucapan, biasanya akan berujung dengan pertengkaran. Inilah kami, hidup bersama dalam satu atap. Pertengkaran dan keributan selalu mewarnainya, entah karena rasa sayang atau hanya sekedar basa-basi belaka.
Dia melihat isi mangkok ku. “ mie instan lagi? Hey tante, apa kamu ini benar-benar bodoh atau ga bisa baca! Mie instan itu menganduk wax, jika terus dikonsumsi wax itu ga bisa dikeluarkan, lama kelamaan akan mengendap diperutmu dan lama-lama bisa membunuhmu.”
“bukan mie yang akan membunuhku! Tapi kelaparan kronis yang akan membunuhku kalau aku ga segera makan.”
‘kamu kan bisa masak!”
“aku ga bisa masak!” jawabku enteng.
“hah” Lee membuang nafasnya. “bagaimana mungkin ada perempuan Indonesia yang ga bisa masak? Apa ibumu tak pernah mengajarkanmu memasak?”
Aku tersentak mendengar perkataannya. Berhenti menelan makanan walau sudah masuk mulut. “ibuku meninggal saat aku berusia 10th” jawabku rendah.
Lee terdiam. Dia mengambil mangkukku lalu menumpahkan isinya ke tempat sampah. “aku akan memasakkkan untukmu, bersabarlah sedikit” Lee mengambil celemek lalu memulai adegan yang tak pernah aku lakukan. Seorang yang kuanggap bocah bermulut jelek masak untukku?
Tiba-tiba dia menjadi sangat manis. Ternyata benar, cowok itu terlihat seksi jika sedang memasak. Tentu lain ceritanya jika yang memasak itu abang penjual nasi goreng. Yang seksi itu yang memasak dengan cinta, kata ibu dulu. Pantas ibu sangat mengagumi ayah yang pandai memasak. Huh lagi-lagi teringat mereka, andai aku tak pernah dilahirkan mungkin semua tak akan seperti ini.
“ini” Lee menaruh beberapa jenis makanan. “ayo makan bersama” ajaknya.
Melihat makanan aku seperti melihat surga. Baru kali ini aku diperlakukan dengan sangat istimewa (itu menurutku) oleh seorang laki-laki.
“makasih ya....?” jawabku
“ini ga gratis”
“apa?” aku melototot “jadi aku harus bayar, baiklah sekaranga aku muntahkan” aku menuju tempat sampah dan memuntahkan apa yang sudah kumakan.
“heh! Aku ini sudah memasak dengan susah payah untukmu, mengapa dimuntahkan?”
“aku juga sudah susah payah memasak mie instan dengan susah payah. Kenapa kamu membuangnya?”
“itu karna makananmu itu tidak sehat.”
“lebih baik akau makan makanan yang ga sehat daripada harus makan makanan yang ga ikhlas, ini lebih layak disebut pakan ternak daripada makanan manusia.”
“siapa bilang ini makanan manusia, ini makanan monster. Maka dari itu makanlah dengan lahap” dia menyerahkan selembar foto “ini, bayarlah dengan ini”
“siapa dia?”
“tolong cari tau dia, dia mahasiswa hukum sepertimu. Hanya 2 tingkat dibawahmu. Kalau tante benar-benar penyidik handal, tolong selidiki dia untukku”
Aku menatap foto yang disodorkannya, gadis cantik berambut panjang dengan dagu yang meruncing. Ternyata seleranya benar-benar tinggi.
---000---
Di kantor advokat aku berusaha mencari tau siapa sosok dibalik foto yang Lee berikan. Ternyata dia lumayan populer, baru 1 semester disini, hampir semua mahasiswa fak. Hukum mengenalnya. Dia cantik, benar-benar cantik. Seperti bidadari. Sayngnya namanya begitu menggelikan bagiku. Namanya itu sok berharga banget! Berliana intan mutiara permatasari. Sok berharga banget kan???? Kenapa ga sekalian ditambah emaswati dibelakangnya.
“kakak nyari aku?”tanyanya saat menghampiriku.
Aku tersenyum (aslinya terpaksa) “iya, kamu Berliana ya?”
“iya, ada apa?” tanyanya ketus. Huh, sia-sia aku senyum.
“aku mencarimu untung Lee, kamu mengenalnya? Ini fotonya” aku menydorkan foto Lee yang kuambil (tepatnya kucuri) tadi pagi.
“aku sudah ga da urusan apa-apa dengannya” dia meninggalkanku. Gitu aja, kayak aku ini bukan orang aja. Apa dia satu spesies dengan Lee yang selalu menganggapku monster.
“tunggu!” panggilku, (terpaksa lagi, karna sudah di sogok makan malam. Ternyata di sogok itu sangat tidak menyenangkan) “dia jauh-jauh datang dari Belanda hanya untukmu Berlian, dia pindah kuliah juga karenamu. Di hampir gila karenamu.” Ucapku sedekit berlebihan
“apa kakak ga tau, betapa sakitnya aku saat dia mengatakan pada teman-temannya, aku ini hanya mainannya. Aku ini Cuma barang taruhan baginya. Aku juga jauh-jauh dari Belanda, meninggalkan semua mimpiku hanya untuk menghapusnya dari hidupku. Aku juga sama hampir gilanya dengannya” dia langsung pergi setelah mengucapkan kata-kata yang yang membuatku tersihir. Begitukah? Lee benar-benar brengsek!
---000---
Perutku berkontraksi, entah apa yang terjadi. Aku seperti mau mati. Keringat dingin nmengucur deras di tubuhku. Samar-samar ku dengar suara Lee memanggil dari luar, tapi rasa sakit ini membuatku tak berdaya, apakah ini rasanya kematian? Mengapa begitu sakit? Kalau sesakit ini, kenapa ayah dan ibuku rela mati untukku?
“tante” tiba-tiba Lee muncul dibalik pintu yang tadinya kukunci.
“tante kamu ga papa?”
“perutku sakit Lee”
“tunggu sebentar ya...” Lee pergi meninggalkanku setelah menyelimutuku,
5 menit menunggu
½ jam menunggu
1 jam berlalu, Lee masih belum kembali sampai akhirnya aku tertidur dan tak tau lagi seberapa lama Lee pergi.
“tante” panggilnya
Pelan-pelan aku membuka mata. “minum ini?” dia membawakan obat magh padaku
“aku tidak mau? rasanya ga enak!” tolakku
“apa? Ga enak? Tidakkah kamu berfikir betapa aku mengkhawatirkan kesehatanmu? Tidakkah kamu berfikir bagaimana capeknya aku berlari mencari obat ini? Apakah kamu tau, motorku mogok dan kutinggal begitu saja karna hanya memikirkanmu! Cuma kamu yang ada di otakku sampai aku tak tau berapa lama aku berlari. Dan hanya karna rasanya yang ga enak...” belum Lee menhyelesaikan ucapannya aku sudah merampas obat yang dibawanya, lalu segera menelannya.
“apa kamu puas sekarang?” tanyaku berlinanga air mata “keluar darikamarku, tolong.... kumohon”
Lee keluar dengan mimik tak mengerti, aku tau dia pasti tak mengerti dengan sikapku. Maafkan aku Lee, aku hanya tak ingin kamu melihatku sekarat lebih dari ini. Aku tak seperti yang kamu bayangkan. Aku ini sakit lebih dari apa yang kamu bayngkan.
---000---
Pagi ini kupaksakan untuk tersenyum, tak peduli seperti apa sakitnya kejadian semalam. Aku tetap ingin Lee tau aku baik-baik saja.
“aku bantu masak ya Lee” tawarku saat melihatnya masak.
“kamu ga apa-apa tant? Kamu pucat?” aku menepiskan tangannya saat menyentuh daguku.
“haha, tidak apa-apa.” Aku mengambil pisau “mana yang perlu dipotong?”
“potong wortel saja” jawabnya
“oya Lee, aku sudah bertemu dengan Berlian, aku rasa kamu benar-benar brengsek. Dia itu kurang apa? Tega sekali kamu mempermainkannya”
“aku ga pernah mempermainkannya, awalnya dia memang bahan taruhanku dengan teman-temanku. Tapi setelah itu aku benar-benar mencintainya”
“dasar brengsek” ucapku kesal sampai aku tak sadar pisau yang kugunakan mengiris telunjukku. “awwww” teriakku spontan
Lee yang tersentak mencoba menghentikan pendarahan dijariku dengan menghisap darahku dimulutnya.
“jangan Lee” aku melarangnya sebelum jariku menyentuh bibirnya “aku seorang muslim, sekalipun aku bukanlah muslim yang taat, tapi aku tau seorang laki-laki dan perempuan tidak boleh seperti itu, aku bisa melakukannya sendiri” aku berjalan meninggalkan Lee yang nampaknya mengetri.
---000---
Tiga hari ini aku ga ke kampus. Kangan rasanya, apalagi Alya bilang ada konser di kampus. Baru di tinggal 3 hari ternyata sudah banyak perubahan. Suasana lebih ramai karna ada band ibukota yang konser di kampus.
“Meswa” teriak Alya dari kejauhan.
Alya berlari mendekatiku “kamu tau ga? Berliana, orang yang waktu itu kamu tanyain... sekaranga ada di panggung”
“owhhh, ngapain?”
“ga tw, makanya ayo liat” Alya menyeretku ke barisan paling depan.
“wah cowoknya ganteng Mes!”ucap Alya.
Di panggung aku melihat Berlian dengan oh my God, itukan Lee? Jadi 3 hari ini dia sering pulang malam karna Berlian? Aku pikir dia care sama aku? Lalu untuk apa aku relakan diri ga tidur hanya untuk menunggunya pulang? Benar-benar brengsek!
“kalau kamu benar-benar cinta sama aku, aku ingin kamu bilang sama semua orang yang ada disini, kalau kamu cinta sama aku” ucap Berlian
Tu cewek udah gila apa? Ga sadar pa dia lagi jadi tontonan. Kemarin dia bilang dia jauh-jauh dari belanda untuk melupakan Lee... tapi sekarang begitu.
“aku cianta sama kamu ber..... maukah kamu kembali padaku?”ucap Lee.
Ucapan Lee seperti peti yang menyambar hatiku, entah mengapa aku merasa ada disisi hatiku yang hilang.  Wajahku memanas, tak tersa cairan garam sejenis NaCl membasahi wajahku.
“Meswa? Kamu kok nangis?”tanya Alya
“aku pulang dulu Al.....” ternyata seperti ini rasanya kehilangan. Inikah cinta? Mengapa aku tau cinta setilah aku kehilangan dirinya. Sakit sekali rasanya.





Pop corn
Makam kenangan

“aku cianta sama kamu ber..... maukah kamu kembali padaku?”ucap Lee.
Ucapan Lee seperti peti yang menyambar hatiku, entah mengapa aku merasa ada disisi hatiku yang hilang.  Wajahku memanas, tak tersa cairan garam sejenis NaCl membasahi wajahku.
“Meswa? Kamu kok nangis?”tanya Alya
“aku pulang dulu Al.....” ternyata seperti ini rasanya kehilangan. Inikah cinta? Mengapa aku tau cinta setilah aku kehilangan dirinya. Sakit sekali rasanya.
Aku ingin berlari, bahakan lenyap daridunia ini.
“tapi aku ga cinta sama kamu” tiba-tiba Berlian mengatakan hal yang tak seharusnya, kontan aku berbalik
“sekarang kamu tahu kan bagaimana rasanya dipermalukan?”tambahnya lagi.
Jadi? Ini cara Berlian balas dendam?
---000---
Kamar Lee masih tertutup rapat, dia tak mau membuka pintunya.
“Lee....” berkali-kali aku mengetuk pintu
“aku ga papa tant” akhirnya menyahut juga
“hai Lee, patah hati itu ga akan bikin kamu mati” teriakku.
Dia tak mau menjawab, hal itu terus berulang sampai 5 hari. Bertemu tak menyapa, senyum pun tidak. Meskipun rumah ini jadi tenang tapi aku merindukan masa-masa itu Lee, aku merindukanmu, bisakah kamu bersikap seperti biasanya.
“Lee....” aku kembali mengetuk pintu kamarnya. “maukah kamu menemaniku ke suatu tempat?”
“pergi sendiri aja ya tant, aku banyak tugas nich”
Aku putus asa. Tahun ini berlalu seperti tahun-tahun sebelumnya. Di ruang makan, Kumatikan lampu, lalu menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
“Meswa” dari arah belakang Lee memanggilku. “kamu menangis?”
“aku hanya ingin merayakan ulang tahun dengan seseorang Lee...”
“iya iya, kamu mau pergi kemana?”
---000---
“kamu senang?”tanya Lee saat sampai danau
Aku mengangguk berkalai-kali “ini makam kenangan Lee, dulu sering kesini bersama ayah dan ibu, tapi itu sudah lama sekali. Sejak mereka meninggal, tempat ini turut menjadi makam kenangan bagi ku”
“maaf ya.... aku ga tau kamu ulang tahun tant, aku ga nyiapin apa-apa deh” Lee tersenyum, manis sekali “kamu menginginkan sesuatu tant?”
Aku mengangguk “aku ingin kamu tersenyum”
Lee langsung mengabulkan permohonanku, “harusnya dari dulu aku melupakannya”
“iya, di tidak layak bernama Berlian, sok berharga. Dia lebih pantas di panggil bear (beruang) lian daripada Berlian”
“iya, sok berharga”katanya mengikuti kata-kataku.
Aku emejamkan mataku, make a wish AKU INGIN LEE BAHAGIA.
AKU INGIN LEE BAHAGIA
INGIN LEE BAHAGIA
LEE BAHAGIA
BAHAGIA
Kata itu terus terdengar di telingaku dab memaksa mataku untuk terbuka. Mengharapkan Lee bahagia sama halnya dengan pergi darinya sejauh-jauhnya.
“kamu kenapa tant?”tanya Lee
“hah!ga papa”
“kok kamu keliahatan ketakutan?”
“ga papa Lee” jawabku seakan-akan tak ada apa-apa.
“oya ini” Lee mengeluarkan sebilah pisau “pisau ini tiba-tiba berkarat”
Aku tertawa garing “hahaha, massa?”
“iya, padahal pisau ini anti karat. Susah payah aku mendapatkannya di Belanda”
“Belanda? Cuma untuk sebuah parang? Lebay deh...”
“aku tu nyari yang berkualitas, yang anti karat” bantahnya
“iya, tapi ni karatan. Ketipu kamu Lee, dasar bocah!”
Bukkk!!! Tangan Lee mendarat dikepalaku “aww”
“lihat ini, ada bercak merah disini” Lee menunjuk warna merah yang agak sedikit pudar.
“owhhhh mungkin ini terkena H2SO4 Lee, kemarin aku meminjam pisaumu untuk identifikasi di laboratorium” aku lalu tersenyum tanpa dosa.
“owh H2SO4 ya...”
“ayo pulang” ajakku
---000---
Rasa sakit ini kembali lagi, entah apa yang terjadi. Lee kembali meberiku larutan hidroksida, aku terpaksa menelannya. Dan sudah dapat dipastikan rasa sakit itu semakin bertambah. Aku seperti akan mati. Sakit sekali.
Starligh hp-ku berbunyi di iringi lagu part of the dream
“iya Al”
“Meswa, tadi ada beberapa orang yang memeriksa berkas-berkasmu”
“siapa?”
“aku juga ga tau, tapi mereka bilang mereka dari badan intelegen. Kamu kenapa? Kamu kenal mereka?”
“ga.”
“ya sudah kamu segera kesisni ya...?”
“aku ga bisa Al”desahku
“kamu sakit?”
“aku Cuma ga enak badan”
“ya sudah istirahat ya....”
Aku menutup telfonnya, rasa sakit ini sudah tak dapat kutahan lagi. Lebih dari itu, darah mengucur dari hidungku. Hatiku berbisik. Entah berdoa, memohon atau merintih.
Tuhan....aku juga makhluk-Mu kan? Jika dimata-Mu aku juga makhlukmu, Aku mohon jaga Lee dalam perlindungan-Mu. Aku ikhlas jika sekarang Kau ambil aku kembali pada-Mu
Tapi aku mohon Tuhan, jangan biarkan Lee meneteskan setetespun air mata untukku
Aku juga manusia kan? Karna bagi seorang manusia, Yang paling menakutkan bukanlah kematiannya. Melainkan hati orang yang ia sayangi.
Aku mohon..... Hapuslah aku dalam setiap ingatannya. Bawa ia pergi jauh dariku
Aku mohon......
Tuhan......
---000---
Di rumah sakit, aku bertemu dengan dokter Ferdi, dialah dokterku sejak kecil. Dia yang paling tau kondisiku.
“mengapa kamu menelannya?”tanya dokter ferdi
“aku ingin terlihat normal dihadapannya”
“dengan membahayakan dirimu?”
Aku terdiam
“tinggallah disini, kamu perlu perawatan intensif wa...jika tinggal bersamanya kamu akan terus-menerus menelan zat basa”
Aku masih terdiam, aku sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Tak ada yang perlu disesali.
“aku akan mengurus administrasi perawatanmu, sekarang bersiaplah”
“aku ingin pulang” bantahku
“Meswa!!!”
“setidaknya untuk berpamitan padanya” aku mulai menagis, “aku harus menemuinya, untuk mengatakan jangan pernah mencariku, untuk mengatakan lupakan aku. Hanya untuk malam ini” aku memohon. “aku ingin menghapus jejakku, aku tak ingin dia dalam bahaya”
Dokter Ferdi tampaknya mengerti. “berjanjilah padaku untuk tidak meminum zat basa lagi”
Pintanya.
---000---
Pukul 21.30
Aku pulang, nampaknya Lee sudah pulang. Semua lampu menyala.
“hai”sapaku
“kamu kemana aja?” tiba-tiba dia membentakku
“aku ke dokter”
“tapi bisakah kamu tidak mematikan hp-mu?”
“tadi low bat”
“apa ga bisa menelponku lebih dulu! Aku ini menghawatirkanmu!” nadanya lebih mirip membentakku daripada mengkhawatirkanku.
“berhentilah mengahawatirkanku! Aku ini bukan anak kecil!” aku berteriak untuk mengimbangi kata-katanya. Tanpa sadar darah segar mengalir dari hidungku. Aku mengambil tissue kemudian membersihkan hidungku.
“tante, kamu ga papa?”
“berhentilah memanggilku tante! Aku bukan tantemu! Apa menurutmu aku ini setua tantemu! Aku benci kamu Lee!” bentakku seraya masuk kamar.
Hah!!! Takut sekali rasanya, mengucapkan kata-kata yang tak ingin kukatakan. Aku sampai harus menjaga suaraku agar tak bergetar.
“Meswa keluar! Ada yang ingin aku bicarakan padamu!” Lee masih saja berteriak di balik pintu kamarku.
“Meswa! cepat keluar!” dia terus menerus berteriak.
Sampai aku tak tahan dan akhirnya membanting pintu.
“apa kamu ga tau ini jam berapa?”teriakku
Lee menarik tanganku kemudian memelukku, “jangan perlakukan aku seperti orang bodoh”
“lepaskan aku Lee” mencoba melepaskan pelukannya, namun aku tak mampu melawannya.
“aku sakit Lee....jadi tolong jangan tambah bebanku?” air mata yang kutahan mengalir juga, membuat sungai-sungai kecil di pipiku.
“kita akan cari obatnya!”
“sakitku ga bisa diobati”
“ga da penyakit yang gakbisa diobati” bantahnya
“berhentilah Lee....lupakan aku...” Lee akhirnya melepaskan pelukannya. Aku terdiam sejenak “bagaimana rasanya jatuh cinta Lee? Ceritan padaku. Aku tak tau seperti apa itu cinta?”
Lee duduk di sofa. Dia membisu.
“apa itu cinta Lee?” desakku
“aku tak tau.” Jawabnya.
“bukankah kamu mencintai bear lian?”
“kamu takan pernah tau artinya cinta jika kamu belum pernah kehilangannya, dan disaat kehilangannya, kamu akan mersakan kegilaan yang sangat mendalam” ucapnya lirih.
Tertegun mendengar jawabannya, seperti itukah cinta? Mengapa cinta terdengar sangat menakutkan bagiku. Jika benar demikian, jangan pernah mencintaiku Lee. Jangan pernah!
---000---
Aku menjalani perwatan seperti yang dianjurkan dokter Ferdi. Di ruang bernomor 832, tak banyak yang bisa kulakukan. Hanya menatap jendela. Menerka-nerka bagaimana reaksinya membaca memo yang ku tulis seminggu yang lalu. Apakah dia sedih, senang atau ada perasaan lain? Tak banyak yang kuminta. Hanya memintanya untuk tidak mencariku selama aku menjalani masa pengobatan. Hanya itu. Tidak berat kan? Lee benar, aku tak layak disebut manusia. Aku ini monster. Baru kali ini aku merasa semerana ini.
---000---
Dimata Lee....
“Lee....” Berlian memanggilnya.
Lee menghentikan langkahnya “ada apa?”
“zahra prameswari. Apakah kamu tinggal bersamanya?”
“iya, kenapa memangnya?”
“tinggalkan dia?”
“apa?”
“aku masih peduli padamu. Maka dari itu aku katakan padamu. Tinggalkan dia. Dia bukan manusia. Sekarang badan intelegen  sedang mencarinya. Dia adalah robot yang diciptakan untuk berperang”
Lee mulai mengingat-ingat apa yang pernah terjadi. ‘Pisau itu?’ ucapnya dalam hati. ‘pisau itu berkarat, bercak merah! Meswa bilang itu H2SO4, tapi mana ada H2SO4 berwarna merah. Warna merah itu darah Meswa yang tergores saat memotong wortel. Jika benar yang yang Berlian katakan. Itu berarti darah Meswa mengandung asam sulfat. Apakah itu sebabnya Meswa selalu berusaha menolak meminum obat magh. Mengapa dia seka menelan aspirin? Itu karna tubuhnya bersifat asam, sedangkan obat magh bersifat basa. Dia takkan mampu menerima zat basa. Jadi itu sebabnya kenapa perlengkapannya aneh. Semua perlengkapannya bersifat asam agar sesuai dengannya. Jadi sekarang dia dalam bahaya? Itukah sebabnya dia memintaku untuk tak mencarinya? Lalu sekarang kemana dia?” Lee kemudian berlari. Dia melewati Berlian begitu saja yang masih mengatakan bahwa Meswa seorang robot perang.
---000---
“Meswa!” suara Lee membuyarkan lamunanku. Darimana dia tau aku disini.
“Kita harus pergi darisni.” Katanya lagi, sambil memasukan barang-barangku.
“kamu kenapa Lee?”
“kita harus pergi, aku akan membawamu pergi dari sini”
“aku ini sakit Lee, kamu mau membawaku kemana?”
“sakit karna tubuhmu ga bisa menerima zat basa?”kaytanya yang mengejutkanku, darimana dia tau. “kalau tau itu membahayakanmu kenapa masih meminumnya?”
Aku dan Lee terdiam, kami memcoba menyelami hati masing-masih. Berharap waktu itu dapat kembali terulang dan kita menghindari semua kesalahan yang kita buat.
“ayo kita pergi” Lee menarik tanganku.
“aku ini monster Lee, kamu benar aku monster. Aku ga bisa ikut bersamamu”
“jika kamu membawanya, itu sama saja kamu akan membunuhnya Lee” dokter ferdi tiba-tiba datang.
“tapi badan intelegen mencarinya”
“keluar Lee, aku harus berbicara dengan dokter ferdi”
Lee keluar, hanya ada aku da dokter yang selama ini menjagaku.
“suruh di pergi dok, suruh dia pergi jauh. Aku mohon dokter, aku ga bisa melihatnya dalam bahaya”
“jika kalian saling mencintai, maka lewatilah semua ini bersama-sama” nasihat dokter ferdi.
“lalu membiarkannya mati bersamaku?”
“itu akan sama saja jika kamu mati sendirian, dia bisa gila karnamu”
“setelah aku mati, cucilah otaknya”
Aku dan dokter ferdi terdiam. Mengapa harus seperti ini?
“apa yang kalian lakukan? Diluar ada orang-orang berseragam hitam yang datang kesini.”
Lee akhirnya masuk setelah beberapa menit menunggu diluar.
“katakan padanya untuk pergi dok, pergi jauh dari sini” ucapku pada dokter ferdi
“kita akan pergi bersama.” Bantah Lee
“aku ini monster! Aku monster yang disuntikan pada embrio manusia! Aku berbahaya Lee!”
“8 bulan hidup denganmu, aku bahkan tak terancam sedikitpun.”
“aku berbahaya bagi jutaan manusia Lee, mereka mencariku hanya untuk tau aku ini makhluk yang terbuat dari apa? Sesudah itu, mereka akan mengembangkanku, menjadikan makhluk-makhluk seperti untuk peperangan. Aku benci peperangan!”
Tanpa berkata-kata Lee mebawaku lari, tak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya terus mengikuti langkah kakiku yang ikut berlari bersama kakinya. Lari, terus berlari. Semua terasa ringan. Beban, rasa sakit sekejap menghilang terbawa angin.
“Lee!!!” aku menghentikan langkahku, saat melihat rombongan orang berbaju hitam-hitam menghadang dari depan.
“ayo ikut aku” Lee menarik tanganku, kita menuju atap. Rumah sakit ini sepertinya sudah disterilkan, tak ada orang lain kecuali aku, Lee dan dan orang-orang yang mengaku badan intelegen itu.
Diatas atap dokter ferdi dan paman kim sudah menyiapkan helicopter.
“ayo naik” seru paman kim sambil mengulurkan tali. Lee memintaku untuk naik lebih dulu. Pasukan intelegen melihat kami, aku dan Lee berusaha naik dengan cepat. Dan orang-orang itu berusaha menembaki kami. Aku berhasil naik ke helicopter, namun tiba-tiba sebuah peliru menembus punggungku. Darahku mengalir, dan aku baru menyadari setelah aku naik ke helicopter. Ternyata darahku menetes di tali yang kupanjat. Darahku yang mengandung asam sulfat membakar tali yang masih dinaiki Lee. Sekuaat tenaga aku manrik tali yang hampir putus itu. Lee menyadari talinya hampir putus, posisinya masih jauh sedangkan orang-orang itu semakin dekat.
“ayo Lee, aku akn menahan talinya” ucapku
“pergilah....” tiba-tiba Lee memotong tali dengan pisau berkarat miliknya.
“hentikan Lee” teriakku
“pergilah sejauh mungkin. Bertahanlah. Tujuh tahun, aku berjanji tujuh tahun lagi. Kita akan berjumpa di makam kenangan. Pergi yang yang jauh, jangan biarkan mereka menemukanmu”
Tali terputus.... aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaiman Lee terjatuh. Darahnya membasahi lantai.
“Lee.....” teriakku, aku hampir melompat ke bawah namun dicegah paman kim.
kalau kamu turun, itu sama artinya kamu membawa manusia dalam peperangan. Ingat Meswa, ayah dan ibumu mati untuk melindungimu. Mereka tak ingin kamu diteliti, mereka tak ingin ada rekayasa genetika lagi selain kamu yang dibuat untuk peperangan”


Hah, getir sekali mengingat masa-masa itu. Hari ini tepat tujuh tahun setelah tragedi itu. Aku menyusuri jalan disekitar danau yang kusebut sebagai makam kenangan. Lee apakah kamu masih hidup? Apakah kamu masih ingat kamu berjanji untuk menemuiku disini? Lee, taukah kamu aku masih menunggumu.
Aku terpaku oleh sosok didepanku. Meskipun sudah menyiapkan mental selama 7 th, ternyata aku tak bisa menutupi rasa terkejutku. Aku merasakan sesak nafas sampai tak bisa bernafas
“ayo pergi”ucapnya.
---000---
Di hotel kamar no 227B, aku dan Lee, duduk bersama.
“sebentar lagi orang-orang itu akan segera kesini, kamu siap.?”
Aku mengangguk. Diikuti Lee yang menyiapkan seperangkat bom daya ledak ringan.
“ini untuk kebaikan umat manusia Mes... rekayasa genetik tak boleh terulangi.”
Aku kembali mengangguk.
---000---
2 tahun berlalu, lee duduk di teras rumahnya. Dia membaca berita dari koran nasional. 2 TAHUN KEMATIAN, ZAHRA PREMESWARI MARIA SUNDUS. Para pakar masih berusaha mengembangkan rekayasa genetika. Judul itu terpampang jelas dihalaman utama.
“kamu hebat lee”ucapku sambil menggendong bayi berusia 10hari.
“kemarikan eloise padaku”pintanya.
“bagaimana mungkin kamu bisa menyebarkan berita kematianku?”
“membunuh meswa adalah jalan terbaik, maka dari itu. Selama 6 th aku belajar kloning manusia.”ucapnya santai.
Jadi seperti itu? Lee mengkloningku dan mengebomnya. Semua orang berfikir itulah aku. Kini aku hidup dengan identitas baru. Hidup di puncak gunung bersama putriku eloise dan suamiku, lee.
“untung matamu mirip ibu nak.... coba mirip ayahmu, pasti jelek sekali. Mata sipit.”ugamku pada eloise yang tertidur dalam dekapan lee.
“hei tante!” balasnya “kalau dia mirip denganmu, dia akan cepat tua!”
---000----

0 komentar:

Posting Komentar