Jumat, 24 Mei 2013

Kajian Buku “Tema Pokok Al-Quran Fazlur Rahman”


Kajian Buku “Tema Pokok Al-Quran Fazlur Rahman”[1]

I.              Pendahuluan
Ketika mendengar kajian-kajian yang dilakukan oleh Fajrur Penulis, maka pandangan tak akan mampu lepas dari sisi kajian menggunakan metode hermeneutika. Dalam maslah ini, pandangan-pandangan Penulis mengarah pada penafsiran-penafsirannya ayat-ayat hukum. Namun dalam pembahasan kali ini, lebih kompleks pada aplikasi dari buah pemikirannya.
Buku yang berjudul “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman” ini, berisikan tentang buah-buah dari pemikiran Penulis. Seara universal Penulis ingin mengubah cara pandang muslim dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Karena kebanyakan dari bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat al-Quran masih dipengaruhi oleh input-input lama[2] sehingga dapat berimplikasi adanya sudut pandang tertentu yang mereka rasakan. Hal ini masuk dalam pengertian subjektivitas dimana penafsir memasukkan ideologinya ke dalam penafsirannya sendiri. Maka dari itu, dalam buku ini, Penulis mencoba merubah paradigma umat islam dalam bagaiman menafsirkan ayat-ayat al-Quran. kemudian Penulis menawarkan konsep yang membuat teks itu berbicara sendiri sehingga tidak terkungkung atau terbenam dalam ideologi tertentu. Terlebih lagi  Penulis mensintesakan berbagai tema secara logis daripada kronologis. Misalnya Tuhan dan konsep monotheisme yang dibuat landasan bagi seluruh pembahasan dalam buku ini.

II.           Rumusan Masalah
1.      Latar belakang penulisan buku “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman”
2.      Gambaran umum buku “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman”

III.        Pembahasan
1.      Latar Belakang
Penulis merasa gelisah ketika banyak sekali kaum muslim menafsirkan ayat demi ayat tanpa adanya kohesifitas terhadap alam dan manusia. Biasanya juga terselubung akan sudut pandangan atau ideologi tertentu dan ini tidak cocok lagi terhadap realitas yang ada dalam masyarakat saat ini dan bisa jadi malah berlawanan dengan alam dan masyarakat. Oleh karena itu dia ingin mengubah paradigma berpikir penafsiran agar lebih relevan. karena dia menerapkan cara agar bagaimana teks itu berbicara kepada manusia agar  jelas apa yang sebetulnya diinginkan dari teks tersebut. sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.  

2.      Gambaran Umum
Dalam buku yang berjudul “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman” ini, Penulis membagi pembahasannya dalam beberapa bagian. Dalam pendahuluan, Penulis memberikan stimulus-stimulus yang berupa kajian-kajian tentang ruang lingkup kehidupan. Dari arah ke-tuhanan, kemanusian. Alam semesta, maupun sifat-sifat yang terdapat pada setan. Penulis memberi sebuah pengertian terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke fase yang bisa dikatakan contoh langsung dari hal-hal yang telah diuraikan Penulis dalam bagian pendahuluan.
Dalam pembahasan ke-tuhanan, Penulis mengatakan Al-qur’an bukanlah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Tetapi, sebetulnya ia adalah huda karena itu petunjuk bagi manusia agar bisa menemukan cara untuk mengenal Tuhan. Seperti Alam dengan segala keteraturannya ini tidak mungkin berjalan dengan sendirinya karena ia mempunyai tempat bergantung, dan tempat bergantungnya ini pastinya satu. Tidak ada yang bersekutu dengan-Nya dalam menciptakan alam semesta ini. menurut Al-qur’an orang yang paling keji  adalah orang yang secara formal ataupun aktual menyangkal adanya Tuhan orang-orang Atheis materialis dan orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Tuhan tidak menciptakan alam dengan main-main buat apa bagi dia melakukan itu, seandainya dia ingin, dia bisa melakukan untuk diri-Nya sendiri. Dia menciptakan semua ini berdasarkan tujuan.
Kemudian dalam hal kemanusian, Rahaman membagi diri manusia menjadi dua bagian, dimana manusia dia anggap sebagai Individu dan anggota masyarat. Di sini terdapat dua tugas manusia yang dituliskan Penulis dalam bukunya. Dan dalam buku tersebut Penulis membri tempat masing yang membahas ke-dua hal tersebut.
Penulis menerangkan secara gamblang tentang keadaan manusia - individu maupun anggota masyarakat -. Dari segi kelemahan dan kelebihan manusia itu sendiri. Penulis juga mencantumkan beberapa dalil yang memperkuat pendapat-pendapatnya tentang hal tersebut. Dalam diri manusia, tertanam dalam moral yang telah dia dapat sehingga hal itu menjadi tantangan abadi manusia itu sendiri dan yang akan membuat hidupnya sebagai perjuangan moral yang tak berkesudahan. Dalam perjuangan ini, Penulis berpendapat bahawa Allah akan berpihak kepada manusia asalkan dia melakukan usaha-usaha yang diperlukan. Sebuah keharusan bagi manusia untuk melakukan usaha tersebut. Mengapa demikian ? karena diantara ciptaan-ciptaan Allah manusia memiliki posisi yang unik, dia diberi kebebasan berkehendak dengan tujuan dia dapat mencapai missinya hidup di dunia ini, yaitu sebagai kholifah Allah di atas bumi. Perjuangan manusia dalam menciptakan sistem tata sosial yang bermoral yang dikatakan al-Quran sebagai amanah tersendiri terhadap manusia.
Kemudian perihal alam semesta, betapa rincinya Fazlur Rahman menerangkan secara gamblang tentang hubungan antara al-Quran dan alam semesta. Menurut Penulis, bahwa al-Quran menyatakan keseluruhan alam semesta sebagai “muslim” karena setiap sesuatu yang berada di dalamnya (kecuali manusia yang dapat menjadi atau tidak dapat menjadi “muslim”) menyerah kepada kehendak Allah. Dan setiap sesuatu memujinya[3].
Allah hanya sedikit berbicara tentang kosmogoni, dan sering kali dan berulangkali membuat pernyataan-pernyataan mengenai alam dan dan fenomena-fenomena alam walaupun pernyataan-pernyataan ini menghubungkan alam dengan Allah, dengan manusia, atau pun dengan kedua-duanya.
Dalam hal kenabian dan wahyu pun menjadi sebuah pembahasan tersendiri dalam buku ini. Penulis menganggap bahwa posisi nabi nabi dan wahyu amatlah sangat penting bagi kehidupan manusia. Ini dikarenakan kelemahan manusa dalam menyetting kehidupannya. Kenabian dan wahyu Allah ini merupakan pengasihan Allah dan ketidakdewasaan manusia di dalam persepsi dan motivasi ethisnya. Para nabi adalah manusia-manusai luar biasa yang – karena kepekaan mereka, ketabahan mereka, karena Allah yang mereka terima kemudian mereka sampaikan kepada manusai dengan ulet tanpa mengenal takut – dapat mengalihkan hati nurani ummat manusia dari ketenangan tradisional dan tensi hipomoral ke dalam suatu keawasan sehingga mereka dapat dmenyasikan Tuhan sebagai Tuhan dan syetan sebagai syetan. Itulah mengapa posisi nabi dan wahyu mempunyai kedudukan sama-sama penting dalam kehidupan manusia.
Kemudian dalam hal eskatologi, setan dan kejahatan, Lahirnya Masyarakat Muslim, Penulis menguraikannya dengan uraian yang jelas. Yang mana corak pemikiran yang keluar dari Penulis bersifat objektif. Tidak terdapat ideolog Penulis yang dia masukkan dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Quran.
Dalam buku ini, juga menerangkan bagaimana situasi religius yang dihadapi oleh kaum muslimin di kota makkah. Situasi tersebut merupakan situasi religius.
Masyarakat Arab Mekkah sebelumnya telah diajak untuk memeluk agama Ahlu kitab dan mereka tidak sudi menerima mereka di daerahnya sehingga menjadikan  Kaum Ahlu Kitab (Yahudi dan Kristen) enggan bertempat tinggal di daerah tersebut. Kaum Mekkah lebih suka membuat agama mereka sendiri Paganisme yang bisa membuat  mereka mendapatkan keuntungan materi yang tinggi dari berbagai negara.
Kaum Ahli Kitab dan Keanekaragaman agama-agama juga dibahas dalam buku ini. Kaum Ahlu Kitab mempercayai bahwa agama Islam  mempunyai keturunan genetik dengan agama Islam. Para Islamolog –Islamolog Barat banyak sekali mengungkapkan akan hal ini dan ini berhubungan erat dengan hubungan persepsi Muhammad dengan nabi-nabi zaman dahulu. Tetapi ketika orang-orang Yahudi di Madinah tidak mau mengakui kenabiannya Rasul ini menegakkan sebuah masyarakat muslim yang terpisah dari masyarakat Yahudi dan Kristen.  

IV.         Kesimpulan
Secara garis besar, dalam buku ini terdapat sebuah ajakan dari penulis untuk merubaha paradigma seseorang dalam bagaimana dia menafsirkan teks – meminjam bahasa Thomas S. Khun butuh adanya Shifting Paradigm - . Karena penulis merasa gelisah ketika banyak sekali kaum muslim menafsirkan ayat demi ayat tanpa adanya kohesifitas terhadap alam dan manusia. Biasanya juga terselubung akan sudut pandangan atau ideologi tertentu dan ini tidak cocok lagi terhadap realitas yang ada dalam masyarakat saat ini dan bisa jadi malah berlawanan dengan alam dan masyarakat.





[1] Disampaikan pada mata kuliah HERMENEUTIKA 23 November 2012
[2] Meminjam bahasa yang sering digunakan oleh Dr. Zuhad (Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN WALISONGO SEMARANG)
[3]Lihat 57:1 ; 59:1 ; 61:1 lihat pula 17:44 ; 24:41 dan ayat-ayat lainnya

1 komentar:

  1. terimaksih resensi bukunya.. tulisan ini banyak membantu saya yang agak susah untuk di ajak akrab dengan buku..
    nuhun

    BalasHapus