Kajian
Buku “Tema Pokok Al-Quran Fazlur Rahman”[1]
I.
Pendahuluan
Ketika
mendengar kajian-kajian yang dilakukan oleh Fajrur Penulis, maka pandangan tak
akan mampu lepas dari sisi kajian menggunakan metode hermeneutika. Dalam maslah
ini, pandangan-pandangan Penulis mengarah pada penafsiran-penafsirannya
ayat-ayat hukum. Namun dalam pembahasan kali ini, lebih kompleks pada aplikasi
dari buah pemikirannya.
Buku
yang berjudul “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman” ini, berisikan tentang
buah-buah dari pemikiran Penulis. Seara universal Penulis ingin mengubah
cara pandang muslim dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Karena kebanyakan
dari bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat al-Quran masih dipengaruhi oleh
input-input lama[2]
sehingga dapat berimplikasi adanya sudut pandang tertentu yang mereka rasakan.
Hal ini masuk dalam pengertian subjektivitas dimana penafsir memasukkan
ideologinya ke dalam penafsirannya sendiri. Maka dari itu, dalam buku ini, Penulis
mencoba merubah paradigma umat islam dalam bagaiman menafsirkan ayat-ayat
al-Quran. kemudian Penulis menawarkan konsep yang membuat teks itu berbicara
sendiri sehingga tidak terkungkung atau terbenam dalam ideologi tertentu.
Terlebih lagi Penulis mensintesakan
berbagai tema secara logis daripada kronologis. Misalnya Tuhan dan konsep
monotheisme yang dibuat landasan bagi seluruh pembahasan dalam buku ini.
II.
Rumusan Masalah
1.
Latar belakang penulisan buku “Tema Pokok al-Quran Fazlur
Rahman”
2.
Gambaran umum buku “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman”
III.
Pembahasan
1.
Latar Belakang
Penulis
merasa gelisah ketika banyak sekali kaum muslim menafsirkan ayat demi ayat
tanpa adanya kohesifitas terhadap alam dan manusia. Biasanya juga terselubung
akan sudut pandangan atau ideologi tertentu dan ini tidak cocok lagi terhadap
realitas yang ada dalam masyarakat saat ini dan bisa jadi malah berlawanan
dengan alam dan masyarakat. Oleh karena itu dia ingin mengubah paradigma
berpikir penafsiran agar lebih relevan. karena dia menerapkan cara agar
bagaimana teks itu berbicara kepada manusia agar jelas apa yang sebetulnya diinginkan dari
teks tersebut. sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.
2.
Gambaran Umum
Dalam
buku yang berjudul “Tema Pokok al-Quran Fazlur Rahman” ini, Penulis membagi
pembahasannya dalam beberapa bagian. Dalam pendahuluan, Penulis memberikan
stimulus-stimulus yang berupa kajian-kajian tentang ruang lingkup kehidupan.
Dari arah ke-tuhanan, kemanusian. Alam semesta, maupun sifat-sifat yang
terdapat pada setan. Penulis memberi sebuah pengertian terlebih dahulu sebelum
melanjutkan ke fase yang bisa dikatakan contoh langsung dari hal-hal yang telah
diuraikan Penulis dalam bagian pendahuluan.
Dalam pembahasan ke-tuhanan, Penulis
mengatakan Al-qur’an bukanlah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
Tetapi, sebetulnya ia adalah huda karena itu petunjuk bagi manusia agar bisa
menemukan cara untuk mengenal Tuhan. Seperti Alam dengan segala keteraturannya
ini tidak mungkin berjalan dengan sendirinya karena ia mempunyai tempat
bergantung, dan tempat bergantungnya ini pastinya satu. Tidak ada yang
bersekutu dengan-Nya dalam menciptakan alam semesta ini. menurut Al-qur’an
orang yang paling keji adalah orang yang
secara formal ataupun aktual menyangkal adanya Tuhan orang-orang Atheis
materialis dan orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Tuhan
tidak menciptakan alam dengan main-main buat apa bagi dia melakukan itu,
seandainya dia ingin, dia bisa melakukan untuk diri-Nya sendiri. Dia
menciptakan semua ini berdasarkan tujuan.
Kemudian
dalam hal kemanusian, Rahaman membagi diri manusia menjadi dua bagian, dimana
manusia dia anggap sebagai Individu dan anggota masyarat. Di sini terdapat dua
tugas manusia yang dituliskan Penulis dalam bukunya. Dan dalam buku tersebut Penulis
membri tempat masing yang membahas ke-dua hal tersebut.
Penulis
menerangkan secara gamblang tentang keadaan manusia - individu maupun anggota
masyarakat -. Dari segi kelemahan dan kelebihan manusia itu sendiri. Penulis
juga mencantumkan beberapa dalil yang memperkuat pendapat-pendapatnya tentang
hal tersebut. Dalam diri manusia, tertanam dalam moral yang telah dia dapat
sehingga hal itu menjadi tantangan abadi manusia itu sendiri dan yang akan
membuat hidupnya sebagai perjuangan moral yang tak berkesudahan. Dalam
perjuangan ini, Penulis berpendapat bahawa Allah akan berpihak kepada manusia
asalkan dia melakukan usaha-usaha yang diperlukan. Sebuah keharusan bagi
manusia untuk melakukan usaha tersebut. Mengapa demikian ? karena diantara
ciptaan-ciptaan Allah manusia memiliki posisi yang unik, dia diberi kebebasan
berkehendak dengan tujuan dia dapat mencapai missinya hidup di dunia ini, yaitu
sebagai kholifah Allah di atas bumi. Perjuangan manusia dalam menciptakan
sistem tata sosial yang bermoral yang dikatakan al-Quran sebagai amanah
tersendiri terhadap manusia.
Kemudian
perihal alam semesta, betapa rincinya Fazlur Rahman menerangkan secara gamblang
tentang hubungan antara al-Quran dan alam semesta. Menurut Penulis, bahwa al-Quran
menyatakan keseluruhan alam semesta sebagai “muslim” karena setiap sesuatu yang
berada di dalamnya (kecuali manusia yang dapat menjadi atau tidak dapat menjadi
“muslim”) menyerah kepada kehendak Allah. Dan setiap sesuatu memujinya[3].
Allah
hanya sedikit berbicara tentang kosmogoni, dan sering kali dan berulangkali
membuat pernyataan-pernyataan mengenai alam dan dan fenomena-fenomena alam
walaupun pernyataan-pernyataan ini menghubungkan alam dengan Allah, dengan
manusia, atau pun dengan kedua-duanya.
Dalam
hal kenabian dan wahyu pun menjadi sebuah pembahasan tersendiri dalam buku ini.
Penulis menganggap bahwa posisi nabi nabi dan wahyu amatlah sangat penting bagi
kehidupan manusia. Ini dikarenakan kelemahan manusa dalam menyetting
kehidupannya. Kenabian dan wahyu Allah ini merupakan pengasihan Allah dan
ketidakdewasaan manusia di dalam persepsi dan motivasi ethisnya. Para nabi
adalah manusia-manusai luar biasa yang – karena kepekaan mereka, ketabahan
mereka, karena Allah yang mereka terima kemudian mereka sampaikan kepada
manusai dengan ulet tanpa mengenal takut – dapat mengalihkan hati nurani ummat
manusia dari ketenangan tradisional dan tensi hipomoral ke dalam suatu keawasan
sehingga mereka dapat dmenyasikan Tuhan sebagai Tuhan dan syetan sebagai
syetan. Itulah mengapa posisi nabi dan wahyu mempunyai kedudukan sama-sama
penting dalam kehidupan manusia.
Kemudian
dalam hal eskatologi, setan dan kejahatan, Lahirnya Masyarakat Muslim, Penulis
menguraikannya dengan uraian yang jelas. Yang mana corak pemikiran yang keluar
dari Penulis bersifat objektif. Tidak terdapat ideolog Penulis yang dia
masukkan dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Quran.
Dalam
buku ini, juga menerangkan bagaimana situasi religius yang dihadapi oleh kaum
muslimin di kota makkah. Situasi tersebut merupakan situasi religius.
Masyarakat
Arab Mekkah sebelumnya telah diajak untuk memeluk agama Ahlu kitab dan mereka
tidak sudi menerima mereka di daerahnya sehingga menjadikan Kaum Ahlu Kitab (Yahudi dan Kristen) enggan
bertempat tinggal di daerah tersebut. Kaum Mekkah lebih suka membuat agama
mereka sendiri Paganisme yang bisa membuat
mereka mendapatkan keuntungan materi yang tinggi dari berbagai negara.
Kaum
Ahli Kitab dan Keanekaragaman agama-agama juga dibahas dalam buku ini. Kaum
Ahlu Kitab mempercayai bahwa agama Islam
mempunyai keturunan genetik dengan agama Islam. Para Islamolog
–Islamolog Barat banyak sekali mengungkapkan akan hal ini dan ini berhubungan
erat dengan hubungan persepsi Muhammad dengan nabi-nabi zaman dahulu. Tetapi
ketika orang-orang Yahudi di Madinah tidak mau mengakui kenabiannya Rasul ini
menegakkan sebuah masyarakat muslim yang terpisah dari masyarakat Yahudi dan
Kristen.
IV.
Kesimpulan
Secara
garis besar, dalam buku ini terdapat sebuah ajakan dari penulis untuk merubaha
paradigma seseorang dalam bagaimana dia menafsirkan teks – meminjam bahasa
Thomas S. Khun butuh adanya Shifting Paradigm - . Karena penulis merasa
gelisah ketika banyak sekali kaum muslim menafsirkan ayat demi ayat tanpa
adanya kohesifitas terhadap alam dan manusia. Biasanya juga terselubung akan
sudut pandangan atau ideologi tertentu dan ini tidak cocok lagi terhadap
realitas yang ada dalam masyarakat saat ini dan bisa jadi malah berlawanan
dengan alam dan masyarakat.
[1]
Disampaikan pada mata kuliah HERMENEUTIKA 23 November 2012
[2]
Meminjam bahasa yang sering digunakan oleh Dr. Zuhad (Dosen Fakultas Ushuluddin
IAIN WALISONGO SEMARANG)
[3]Lihat
57:1 ; 59:1 ; 61:1 lihat pula 17:44 ; 24:41 dan ayat-ayat lainnya
terimaksih resensi bukunya.. tulisan ini banyak membantu saya yang agak susah untuk di ajak akrab dengan buku..
BalasHapusnuhun