Christiaan
Snouck Hurgronje
Zaimul
Asroor
Zainal
Abidin
Abstrak
Strategi yang matang dan tepat
sasaran adalah senjata yang jitu jika ingin menjadi diri sebagai seorang
pemenang dalam perlawanan. Hal ini telah dilakukan Belandan dalam melawan
perlawanan dari umat Islam Aceh pada saat itu. Dengan strategi yang matang mereka
mampu melawan perlawanan yang ada. Yang memang perlawanan itu sangatlah sulit
diatasi sehingga mengharuskan bagi orang Belanda untuk memeras otak mereka
untuk menciptakan strategi yang tepat untuk melawan perlawanan tersebut.
Christiaan
Snouck Hurgronje. Seorang tokoh orientais Belanda - yang lahir di Tholen, Oosterhout, 8 Februari 1857 –
meninggal di Leiden, 26 Juni 1936 pada umur 79 tahun –
yang mampu menjadi tongkat awal keberhasilan Belanda dalam melawan perlawan yang ada. Dengan teori
dikotomisasi antara politik dan agama, mampu melemahkan kekuatan umat Islam
Aceh.
Kata Kunci : Biografi Snouck, Pemikiran,
dan Gerakan di Aceh
I.
Latar
Belakang
Pada era Belanda menjajah Nusantara, banyak kesulitan yang
dialami mereka. Yang paling menonjol adalah apa yang terjadi di Aceh. Dengan
perlawanan yang kupat terhadap Belanada, sehingga mengharuskan Belanda untuk
berpikir keras dengan taktik yang matang untuk melawan dan memporak-porandakan
mereka. Karena pada saat kekuatan Aceh sangat di dominasi dengan penyatuan
antara politik yang ada dengan agama mereka. Sehingga menjadikan Belanda harus
mampu memisahkan antara politik dan agama, yang dianggapnya agama adalah milik individu. Itu hanyalah sebuah metode.
Sedangkan Belanda tidak paham mengenai ajaran agama (baca : Islam) mereka. Maka
dari itu, Belanda mensiasati untuk menjadikan seorang utusan untuk belajar agam
Islam. Dialah Snouck Hurgronje. Dengan sifat kemunifakannya yang penuh tipu
daya muslihat yang pada akhirnya dia mampu mempengaruhi umat Islam di Aceh yang
menjadikan corak pemikiran umat Islam terpengaruh dengan corak pemikiran orang
barat dengan taktik dari Snouck yang sangat jitu dan tepat.
Berangkat dari kegelisahan ini penulis ingin mengajak –
dengan adanya makalah ini - kepada pembaca untuk berhati-hati terhadap
lingkungan kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian seperti itu akan statis
sampai di situ saja. Melainkan akan terus berkelanjutan terjadi.
II.
Biografi Snouck Hurgronje
Christiaan Snouck
Hurgronje (lahir di Tholen, Oosterhout, 8 Februari 1857 – meninggal di Leiden,
26 Juni 1936 pada umur 79 tahun) adalah orientalis Belanda. Seperti ayah,
kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun
sedari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi. Tamat sekolah menengah, dia
melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra
Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum laude
dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Makkah). Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa
Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidiklan ke Mekkah, 1884. Di Mekkah,
keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan
membimbingnya. Dan untuk merebut hati ulama Mekkah, Snouck memeluk Islam dan
berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.
Namun, pertemuan Snouck dengan Habib Abdurrahman Azh-Zhahir
- seorang keturunan Arab yang pernah menjadi wakil pemerintahan Aceh, kemudian
"dibeli" Belanda dan dikirim ke Mekkah - mengubah minatnya. Atas bantuan Zahir dan Konsul Belanda di Jeddah JA.
Kruyt, dia mulai mempelajari politik kolonial dan upaya untuk memenangi
pertempuran di Aceh. Sayang, saran-saran Habib Zahir tak ditanggapi Gubernur
Belanda di Nusantara. Karena kecewa, semua naskah penelitian itu Zahir serahkan
pada Snouck yang saat itu, 1886, telah menjadi dosen di Leiden.
Snouck seperti mendapat
durian runtuh. Naskah itu dia berikan pada kantor Menteri Daerah Jajahan
Belanda. Snouck bahkan secara berani menawarkan diri sebagai tenaga ilmuwan
yang akan dapat memberikan gambaran lebih lengkap tentang Aceh.
Pada 1889, dia
menginjakkan kaki di Pulau Jawa, dan mulai meneliti pranata Islam di masyarakat
pribumi Hindia-Belanda, khususnya Aceh. Setelah Aceh dikuasai Belanda, 1905,
Snouck mendapat penghargaan yang luar biasa. Setahun kemudian dia kembali ke
Leiden, dan sampai wafatnya,26 Juni 1936, dia tetap menjadi penasihat utama
Belanda untuk urusan penaklukan pribumi di Nusantara. Sosok Snouck memang penuh warna,
1.
Bagi Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil
memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh.
2.
Bagi kaum orientalis, dia sarjana yang berhasil.
3.
Tapi bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa
tanding. Namun, penelitian terbaru menunjukkan peran Snouck sebagai orientalis
ternyata hanya kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Dia dinilai
memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.
Selain tugas
memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan
kolonial Belanda menyangkut kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda
mencoba memikat ulama untuk tak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran,
setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian
Jawa dengan memanjakan ulama.
Demikianlah sosok
Snouck Hurgronje yang dianggap sosok kontroversial khususnya bagi kaum muslimin
Indonesia, terutama kaum muslimin Aceh.
III.
Tokoh yang mempengaruhinya
Ds. J. Scharp
(1756-1829), buyut (ayah kakeknya) dari pihak ibu, bisa dikatakan sebagai salah
satu yang sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran Christiaan Snouck
Hurgronje. Ds. J. Scharp, seorang orator ulung Rotterdam di zamannya. Pada 1824
berhasil menyelesaikan buku pelajaran Islam Korte schets over Mohammed en de
Mohammadanen dan Hendleiding voor de kwekelingen van het Nederlandsche
Zendelinggenootschap, atau Sketsa
Singkat tentang Muhammad dan Kaum Muslimin. Buku Pegangan bagi Para
Siswa Perhimpunan Pengabar Injil Belanda. Buku ini menguraikan kelemahan
ajaran Islam, disertai trik-trik melumpuhkan ajaran Islam. Selain karena pendidikan
modern yang diperoleh di Leiden, pelajaran dari Ds. J. Scharp bisa dianggap
sangat mempengaruhi pola pemikiran Christiaan Snouck Hurgronje sebagai
orientalis kolonial di kemudian hari.
Abraham Kuenen, salah
satu modernis Leiden yang dikenal sebagai ahli Perjanjian Lama, telah memberikan pelajaran kritik biblik
atau kritik atas Kitab Suci kepada Christiaan Snouck Hurgronje. Kritik biblik
yang menggunakan metode rasional menghasilkan pemikiran kontroversial dan
kadang sangat bertentangan dengan ajaran agama yang dianut di kala itu. Akibat
perjumpaan-perjumpaan dengan kaum modernis Lieden Christiaan Snouck Hurgronje
menjadi salah satu pengikut fanatik rasionalisme Leiden. Ciri-cirinya adalah
penolakan terhadap sesuatu yang irasional. Trinitas dan posisi Yesus sebagai
anak Allah dalam ajaran Kristen (Katholik) ditolaknya karena dianggap bagian
ajaran agama yang tak masuk akal.
IV.
Karya-karyanya
Karya ilmiah Snouck
terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk
makalah-makalah kecil. Di antara hasil karya besarnya ialah , tulisannya
tentang kota makah, terdiri atas dua bagian, bagian pertama terbit di kota Den
Hag pada tahun 1888 dan bagian kedua juga terbit di kota yang sama pada tahun
1889. Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers, dalam dua bagian,
terbit di Batavia dan Leiden dan Daerah Gayo dan Penduduknya. Bagian kedua dari
buku Makah, dan bagian pertama dan kedua dari buku De Atjehers, Sudah
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Buku tersebut memuat laporan ilmiah
tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Tapi pada saat
yang sama, ia juga menulis laporan untuk pemerintah Belanda berjudul
"Kejahatan Aceh." Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat
Aceh.
Karya-karyanya dalam
bentuk makalah adalah “Munculnya Islam”, Perkembangan Agama Islam”,
“Perkembangan Politik Islam”, dan “Islam dan Pemikiran Modern”.
Semua makalah itu telah dikumpulkan oleh muridnya, A.J. Wensinck, dengan judul
Bunga rampai dari Tulisan Christian Snouck Hurgronje,dalam enam jilid, jilid
keempat terdiri atas empat bagian. Sistematika kumpulan tulisan itu adalah
sebagai berikut; jilid pertama tentang Islam dan sejarahnya, jilid kedua
tentang syariat Islam, jilid ketiga tentang Jazirah Arab dan Turki, jilid keempat
tentang Islam di Indonesia, jilid kelima tentang bahasa dan sastra, dan jilid
keenam tentang kritik buku, dan tulisan-tulisan lain dan daftar indeks, serta
rujukan-rujukan.
V.
Gerakan
Snouck Hurgronje Dalam Memecah Belah Islam di Aceh
Sebelum kita membahas mengenai gerakan dan pemikiran Snouck
dalam memecah belah Islam, ada baiknya kita singgung mengenai maksud dan tujuan
kaum orientalis dan kepentingan-kepentingan mereka dalam menjalankan misinya ke
ranah dunia Islam. Berawal dari kekalahan perang Salib yang menyebabkan kaum
Yahudi dan Nasrani terpukul karena kalah melawan kaum Muslim. Dan karena merasa
tidak kuat dalam menghadapi umat Islam, mereka terpaksa menahan diri untuk
berperang walaupun sebenarnya dalam hati mereka ingin sekali memerangi kaum
muslim.
Pada awal abad 19 M, ketika negara-negara Eropa telah
tumbuh dan berkembang perekonomiannya, serta kuat pertahanannya, sementara kaum
muslim pada waktu dinilai semakin lengah dan lamban sehingga umat Islam jauh
tertinggal dari umat Yahudi dan Nasrani. Momen ini dimanfaatkan oleh Yahudi dan
Nasrani yang mempunyai dendam lama untuk membalaskan dendam pada kaum muslim.
Namun mereka tidak lagi menggunakan kekuatan fisik untuk menyerang, mereka
mengubah siasat menjadi imaji-imaji dan penyelidikan reguler mengenai dunia
ketimuran (orientalis). Ditambah lagi ketika gereja memberi peluang untuk
mengkaji dunia ketimuran, bahkan kaum kolonialis dan imperialis yang memperoleh
keberhasilan tak lepas juga dari siasat ini. Snouck Hurgronje yang akan kita
bicarakan ini termasuk golongan orientalis yang mempunyai motif imperilais.
Sejarah memperlihatkan bahwa perlawanan rakyat Aceh
terhadap penjajah Belanda merupakan salah satu perlawanan tersengit dari umat
Islam Indonesia terhadap kaum kuffar Belanda. Perlawanan rakyat Aceh bukan
perlawanan yang dilandasi pemikiran sempit nasionalisme. Perlawanan mereka
adalah perlawanan ideologis dan aqidah antara umat Islam yang terjajah dan kaum
kafir penjajah Belanda. Setelah ditelusuri, pemikiran ini dibawa oleh para
ulama dan tokoh Aceh yang pulang dari Makkah setelah melakukan ibadah Haji.
Seruan jihad datang dari tanah suci Makkah yang saat itu berada dibawah
kekuasaan Khilafah Turki Utsmani.
Fenomena ini dipahami dengan jelas oleh Snouck Hurgronje.
Setelah melakukan pengamatan terhadap fakta Perang Aceh dari perbincangan
orang-orang Aceh yang berziarah ke Makkah, Snouck berinisiatif menawarkan
bantuan kepada pemerintah Belanda untuk membantu mematikan semangat perlawanan
rakyat Aceh.
Selama tujuh bulan Snouck berada di Aceh, sejak 8 Juli
1891. Baru pada 23 Mei 1892, Snouck mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada
pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup
nasehat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian
diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam
Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah.
Di Aceh, Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Ini bisa
dilakukan karena Snouck dianggap seorang muslim dan memiliki ilmu keagamaan
yang cukup mumpuni. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik devide et impera.
Ia berkhutbah untuk menjauhkan agama dan politik.
Berdasarkan konsep Snouck, pemerintah kolonial Belanda
dapat mengakhiri perlawanan rakyat Aceh dan meredam munculnya
pergolakan-pergolakan di Hindia Belanda yang dipelopori oleh umat Islam.
Pemikiran Snouck -berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya- menjadi landasan
dasar doktrin bahwa “musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan
Islam sebagai Doktrin Politik”.
Konsep Snouck berlandaskan fakta masyarakat Islam tidak
mempunyai organisasi yang “Tersusun” dan “Universal”. Disamping itu kerana
tidak ada lapisan “Pemutus Hukum” atau kependetaan seperti pada masyarakat
Katolik, maka para ulama Islam tidak berfungsi dan berperanan seperti pendeta
dalam agama Katolik yang pada ketika itu menerima kata putus daripada para pendeta.
Tidak semua orang Islam harus diposisikan sebagai musuh,
kerana tidak semua orang Islam Indonesia merupakan orang fanatik dan memusuhi
pemerintah “kafir” Belanda. Bahkan para ulamanya pun jika selama kegiatan
Ubudiyah mereka tidak diusik, maka para ulama itu tidak akan menggerakkan
umatnya untuk memberontak terhadap pemerintah kolonial Belanda. Namun disisi
lain, Snouck menemukan fakta bahwa agama Islam mempunyai potensi menguasai
seluruh kehidupan umatnya, baik dalam segi sosial maupun politik.
VI.
Tiga Formulasi Snouck Tentang Permasalahan Islam
Dengan adanya kondisi
diatas, Snouck melakukan dikotomisasi terhadap terhadap islam, yaitu agama
sebagai “Ibadah ritual” dan agama sebagai kekuatan sosial politik. Yang kedua
inilah yang menurutnya sebagai musuh kolonialisme Belanda.
Selanjutnya Snouck memformulasikan dan mengkategorikan permasalahan
Islam menjadi tiga bagian, yaitu bidang agama murni, bidang sosial
kemasyarakatan dan bidang politik.
Ini juga yang dikenal dengan Islam Politiek, yakni kebijakan pemerintah
Belanda dalam menangani permsalahan Islam di Hindia Belanda.
1.
Dalam bidang agama
murni dan ibadah, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan, maka pemerintah
kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran
agamanya. Pemerintah harus memperlihatkan sikap seolah-olah memperhatikan agama
Islam dengan memperbaiki tempat peribadatan, serta memberikan kemudahan dalam
melaksanakan ibadah haji.
2.
Bidang sosial
kemasyarakatan, pemerintah kolonial memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku
dan membantu menggalakkan rakyat agar tetap berpegang pada adat tersebut yang
telah dipilih agar sesuai dengan tujuan mendekatkan rakyat kepada budaya Eropa.
Snouck menganjurkan membatasi meluasnya pengaruh ajaran Islam, terutama dalam
hukum dan peraturan.
3.
Dalam bidang politik,
bentuk-bentuk agitasi politik Islam yang akan membawa rakyat kepada fanatisme
dan kebangkitan Islam harus ditumpas. Penumpasan itu jika perlukan dilakukan
dengan kekerasan dan kekuatan senjata. Setelah diperoleh ketenangan, pemerintah
kolonial harus menyediakan pendidikan, kesejahteraan dan perekonomian, agar kaum
pribumi mempercayai maksud baik pemerintah kolonial dan akhirnya rela
diperintah oleh “orang-orang kafir”.
Strategi Snouck kemudian didukung oleh pemerintah kolonial
dengan menerapkan konsep devide et impera dengan memanfaatkan kelompok
elit priyayi dan Islam abangan untuk meredam kekuatan Islam dan pengaruhnya di
tengah masyarakat. Kelompok ini diberi kesempatan untuk menempuh jalur
pendidikan Barat sebagai bagian dari “Politik Asosiasi”. Politik asosiasi
sendiri adalah program yang dijalankan lewat jalur pendidikan bercorak barat
dan pemanfaatan kebudayaan Eropa terhadap kaum pribumi agar mereka lebih
terasosiasi dengan negeri dan budaya Eropa. Pribumi hasil didikan Barat ini
yang kemudian dijadikan perpanjangan tangan pemerintah kolonial dalam mengemban
dan mengembangkan amanat politik asosiasi. Secara berangsur-angsur pejabat
Eropa dikurangi, digantikan oleh pribumi pangreh praja yang telah menjadi ahli
waris budaya asosiasi hasil didikan sistem Barat. Akhirnya Indonesia diperintah
oleh pribumi yang telah berasosiasi dengan kebudayaan Eropa.
VII.
Pandangannya tentang Islam,
al-Qur’an dan Hadist
Menurut
Snouck,
Islam adalah agama Muhammad dan secara
terang-terangan menyatakan bahwa Islam dipandang sebagai faktor negatif, karena
Islam sering menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan muslimin. Adapun
pandangan Snouck terhadap hadis Nabi yang mengikuti riset dari Ignaz Goldziher
yaitu kebenaran hadis sebagai ucapan Muhammad SAW tidak terbukti secara ilmiah.
Hadis hanyalah rekayasa atau buatan umat Islam abad kedua hijriah. Dan
pemikiran Ignaz Goldzhier mengenai hadis banyak yang menjadikan pijakan oleh
para orientalis termasuk Snouck Hurgronje dan al-Quran
bukanlah wahyu, melainkan karangan Muhammad. Oleh karena itu, Hurgronje tidak
mengakui kenabian Muhammad saw.
VIII.
Kritikan Sarjana Muslim Terhadap Snouck
Menurut Dr. Raud rasyid. MA. Seandainya Hurgronje adalah
peneliti objektif, ia tidak punya pilihan selain mengakui bahwa Islam adalah
agama Allah, Al-Qur'an adalah wahyu, dan Muhammad saw. adalah penutup para
nabi. Alasannya, prinsip-prinsip ini diterangkan dalam kitab-kitab samawi
seperti Taurat dan Injil. Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut.
"(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yangummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalamTaurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka darimengerjakan
yang mungkar."(Al-A'raf: 157).
Sifat-sifat Rasulullah bahkan telah diterangkan dalamTaurat dan Injil, sama seperti yang
tertuang dalam Al-Qur'an. Hal iniditegaskan kalangan ahli kitab yang telah
memeluk Islam, seperti Ka'ab al-Ahbar dan Abdullah bin Salam. Di antara
sifat-sifat tersebut dalam Taurat adalah sebagai berikut. "Wahai Nabi,
sesungguhnya Kami mengutus Anda sebagai saksi, pembawa gembira, pemberi
peringatan, dan penjaga bagi kaum yang buta huruf. Engkau adalah hamba
sekaligus Rasul-Ku. Kunamai engkau Al-Mutawakkil, tidak keras dan kasar, tidak
pula tinggi suara dan tercampur suaranya (serak) di pasar, dan tidak membalas kejelekan dengan
kejelekan, tapi memaafkan dan mengampuni."
Dr. Daud melanjutkan, seandainya objektif, Hurgronje akan
mengakui kenabian Muhammad saw. seperti yang dilakukan oleh Buhaira saat
mengetahui ciri-ciri Muhammad seperti yang dikabarkan oleh Nabi Musa a.s. dan
Isa a.s.
IX.
Kesimpulan
Dari
apa yang telah dipaparkan di ata, jelaslah bahwa sosok orientalis seperti
Snouck ini merupakan sosok yang berwarna. Bisa dikatakan berhasil (dalam
pandangan orientalis lainnya), bisa juga dikatakan pahlawan (dalam pandangan
Belanda), namun juga bisa dikatakan penghianat (dalam pandangan umat Islam –
terutama rakyak Islam Aceh - ). Berbagai macam warna pandangan yang ditujukan
kepada Snouck yang menjadikan kehadirannya memang sangat urgen atau bahkan
masalah dari pihak lain. Dialah yang berhasil menjadi titik balik pemecah
permasalahan yang dialami belanda ketika melawan umat Islam Aceh. Yang mampu
memisahkan antara politik dan agama – yang menjadikan keterpisahan pusat
kelemahan umat Islam Aceh -.
Mengenai
Islam, al-Quran dan hadis, dia berpendapat bahwa Islam hanyalah agama Muhammad
yang mampu menjadikan sikap fanatisme terhadap pemeluknya. Kemudian al-Quran
dipandang sebagai ucapan Muhammad saja, bukan wahyu dari Allah SWT. Dan dia
menilai – senada dengan Ignaz Goldzier – bahwa hadis hanyalah rekayasa semata.
Tidak terbukti secara ilmiah bahwa itu adalah ucapan dari Muhammad. Maka dari
itu dia tidak mengakui kenabian dari Muhammad SAW.
X.
Daftar
Pustaka
A. Abdul Hamid Ghurab, Menyinyingkap Tabir
Orientalisme.hal. 135.
Dekonstruksi
sunnah dari
warisan kolonial. Html. 16 mei 2013.
http://arjaenim.blogspot.com/2013/04/tokoh-orientalisme-christian-snouck.html.
Di unduh pada tanggal 19 Mei 2013.
Kehidupan
Snouck Hurgronje dan pemikiran Islam politik. Pdf. 16- 05- 2013.