Oleh,
Dewi Muliyana, ( di sempurnakan NisJasmine )
Kantor advokat Arfan Helmi syahid, SH.
“Ketika dedaunan mulai merontokkan daunnya, aku tak bergeming
sedikitpun. Yeachhh walau aku tak mampu, aku tak kan berharap kau
datang kembali dihadapanku, seperti malam itu. Malam yang penuh dengan
kenangan mengesankan, kau bercerita tentang berbagai hal, cinta, kasih
sayang, keluarga, atau bahkan masalah yang tengah kau hadapi. Akupun tak
pernah sungkan mendengarkan keluh kesah yang kau ceritakan padaku, aku
tak tahu kenapa itu, apa karna aku mencintaimu? hingga apa yang engkau
lakukan dihadapan ku terasa indah atau bahkan istimewa .... tapi apakah
aku yang terlalu berlebihan ....??? mungkin cinta ku telah membutakan
semuanya.” Tulisku pada secarik kertas.
Hatiku
berdebar, tujuh tahun telah berlalu. Semua keindahan yang nyaris
menghilang kini kembali menmgusik pikiranku. Entah seperti apa wajahnya
sekarang? Apakah dia masih seorang bocah seperti dulu? Hmmmm, jika harus
menceritakan tentang dia, mungkin akan membutuhkan puluhan bahkan
ratusan botol tinta untuk menulisnya.
Tepat tujuh tahun yang lalu,
Disini, masih di tempat ini. Di kantor advokat Arfan helmi syahid, SH.
Saat itu usiaku masih 21 tahun, masih berstatus sebagai mahasiswa hukum
semester 6. Di sabtu sore yang biasanya menyenangkan, kini tiba-tiba
menjadi sabtu sore yang menegangkan. Hari ini aku harus menghadapinya,
seseorang yang serasa begitu menakutkan bagiku. Kudengar dia mahasiswa
semester 4 pindahan dari luar negeri. Bukan itu yang membuatku bingung,
tapi karna dia anak paman kim, sahabat ayahku yang meminjamkan rumahnya
padaku. Rumah yang kutempati selama 3 tahun, kini harus kutinggalkan.
“hai.....” suara Alya mengejutkanku.
Aku tersenyum.
“Mikirin apa hayo.....” tanyanya
“ malam ini dia datang?”
“siapa?”
“anak dari pemilik rumah yang kutempati”
“bagus dong, berarti sekarang kamu punya temen” jawaban Alya begitu santai seakan tak mampu membaca ekspresiku
“dia laki-laki, semester 2”
“wah litu lebih bagus dong, brondong. Ih...... cucok!!!!”
Aku melotot padanya.....
“iya! iya! biasa aja kek! Terus masalahnya apa?” tanyanya
“aku
belum punya tempat tinggal...., aku nginep ditempatmu dulu boleh ga.
Besok aku cari kos deh...?” tanyaku dengan tampang yang diimut-imutkan
“aku aja numpang! kamu malam ini tinggal disana aja dulu, besok tak bantu nyari kos”
“dia itu laki-laki” teriakku.
Alya
menutup kupingnya, “ya, ga usah teriak kali, kuping gue masih normal”
keluhnya, “ ya, udah nanti malam datang ja ke rumah kakak ku”
Aku mempersembahkan senyum termanis yang kupunya.
---000---
“hai....tante” seorang laki-laki dengan tinggi 175cm menggetkanku. What????? Tante??? Dia buta pa gimana?
“kamu tante Meswa ya?” mengulurkan tangannya, “kenalin tante, aku Lee. Yang kemarin bilang mau kesini”
“tante? Kamu pikir aku setua itu!!!” gentakku “dasar bocah!”
“ini rumahku ya?” tanyanya sok!
“iya, aku tau. Sekarang aku akan pergi.”
“kemana?” tanyanya, “maksudku tante mau tinggal dimana?” dia mengulangi pertanyaanya.
“dimanapun asal ga denganmu!”
“heyyy, emang aku ini kenapa?”
Aku tak memperdulikan ocehannya, langsung pergi gitu aja tanpa bicara.
---000----
Halte bus....
Apakah
aku ini bodoh? Sekarang 1000 bus lewat pun aku ga akan bisa sampai
rumah Alya kalau dompetku tertinggal di rumah bocah tengik itu. Mana
HP-ku ga da pulsanya lagi. Huh... ternyata aku memang benar-benar fakir
miskin. Disaatku hampir putus asa, tiba-tiba starligh hp-q menyala
diikuti lagu part of the dream. Dimana ada kesulitan, disitu pasti ada
jalan, pikirku.
“ya...” aku menjawab telpon dengan nada yang paling judes
“hei, tante. Sekarang kamu dimana?”
Tanpa
kusadari aku menceritakan semuanya padanya, sampai akhirnya dia
mematikan telephone-nya. Sejenak aku berpikir dan menghibur diri, tak
ada salahnya menumpang semalam di rumahnya. Setidaknya, aku bisa tidur
nyaman untuk malam ini.
Tiba-tiba terdengar deru motor yang di-rem.
“ayo”katanya
“terimakasih ya...”ucapku
“sudah, cepet naik atau aku tinggal”
---000----
“hanya untuk malam ini, aku berjanji besok akan pergi.” kataku sesampainya di rumah.
“ sudahlah tinggal disini saja, aku juga butuh pembantu!” jawabnya enteng, dasar bocah seenaknya saja merendahkan orang.
“apa
kamu punya gangguan otak? Setelah memanggilku tante sekarang kamu mau
menjadikan aku pembantu. Hei, aku masih punya harga diri”
“apa harga diri itu begitu penting bagimu?”
“aku ini manusia!!!”
“manusia?” dia tersenyum menjengkelkan “ tante bahkan lebih layak disebut monster”
Aku
membanting tas yang sejak tadi kupegang. “aku memang bodoh! Seharusnya
aku ga kembali kesini, tinggal bersama bocah sombong sepertimu
“memang
masalahmu itu apa? Aku seperti ini karna memang karakterku seperti ini?
Kalau saja ayahku ga memintaku untuk baik-baik denganmu aku juga ga mau
tinggal dengan tante-tante sepertimu”
Apa? Jadi dia tadi bersikap baik karena paman kim? Owhhh dia benar-benar parah
“kenapa diam? Apa baru aku yang menyadarkanmu kalau kamu itu tante-tante.”
Beberapa
hari yang lalu, aku berharap dia bisa berbahasa Indonesia agar
mempermudahku dalam berkomunikasi, tapi pada detik ini, aku berharap Lee
tidak pernah bisa berbahasa Indonesia. Sangat menyakitkan!
“ini Indonesia? Laki-laki dan perempuan tidak boleh tinggal bersama.” Teriakku.
“memang kenapa?” tanyanya begitu lugu, “memangnya ada larangan seorang keponakan tinggal dengan tantenya?”
Bukkkkk!!!! Tanganku akhirnya mendarat juga di kepalanya.
“aww,
sakit tante!” keluhnya. “baiklah-baiklah, besok aku akan berkunjung ke
tetangga sambil membawa kue beras dan bilang satu-satu kalau kamu ini
tanteku” uacapnya seraya pergi “ sekarang tidur” ambahnya.
“oke baiklah, tapi kamu harus mematuhi bats-batas teritorial yang kubuat”
Lee berbalik arah. “apa? Batas? Hey ini rumahku!”
Lee
berteriak ga jelas saat aku memberikan batas-batas yang boleh ia lewati
dan yang tidak. Aku ga peduli, toh dia hanyalah seorang bocah.
---000---
Di
kantor advokat, aku masih membereskan berkas-berkas kasus penganiaayaan
seorang laki-lagi terhadap seniorku. Aku masih belum mengerti, mengapa
laki-laki selalu menggunakan kegagahannya untuk menyakiti, bukan
melindungi. Bekerja disisni memang sangat memilukan, masuk ke dalam
divisi advokasi keperempuanan terkadang membuatku merasa hidup ini tak
adil, apakah seorang laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, yang
laki-laki berhak menindas sedangkan perempuan layak untuk ditindas? Aku
benci yang seperti ini, walau sudah banyak bukti akan kekerasan terhadap
perempuan, aku masih percaya masih banyak laki-laki yang bisa
melindungi. Masih teringat jelas bagaimana ayahku mati mengenaskan hanya
untuk melindungiku dan ibuku. Peristiwa itu takan pernah kulupakan,
ayah mencintaiku dan ibu lebih dari dirinya. Disaat mengingat masa-masa
indah waktu kecil dulu, tiba-tiba aku teringat pada Lee, anak kecil
dengan mata sipitnya. Aku mendengar suaranya saat menelfonku, nadanya
saat dia berkata mengkhawatirkanku. Aku seakan mendengar nada ayah saat
mengatakan hal yang sama.
“semalam kamu tidur dimana Mes....?” pertanyaan aAlya membuyarkan lamunanku.
“di rumah” jawabku singkat
“kok bisa?”
“semalam, saat aku mau ke rumahmu, dompetku tertinggal. Mau menelponmu, hp-ku ga da pulsa. Untungnya Lee menjemputku”
“ Lee? Siapa Lee?”
“anak yang punya rumah”
“seperti apa dia?”
“emmmm, tingginya sekitar 175cm, hidungya mancung, matanya sipit”
“wah ganteng dong, boleh juga tuh...”
“hei, dia tu masih kecil, dia masih 19th, kamu mau?”
“bukan untukku, tapi kamu”
“ikhhh.
Ogah. Aku tuh masih suka ya sama mas fachril” obrolan kami terhenti
ketika sosok laki-laki yang ku sebut melintas. Mas fachril hanya
tersenyum, saat berada dihadapku. Entah apa yang kurasakan? Aku
mengaguminya. Entah itu sebatas teman? Sahabat? Atau lebih dari itu.
Namun jauh dari itu aku hanya ingin terlihat normal. Mencintai
laki-laki.
---000---
Hari, berganti bulan. Tak terasa,
pertengkaran diantara aku dan Lee pun menjadi hal yang biasa setiap kali
bertemu. Batas-batas teritorial yang ku buat selalu menjadi pemicu
perang mulut diantara kami. Sebenarnya dia ank yang baik, hanya saja
terkadang mulutnya jelek.
“kamu makan apa tant?” Lee memulai
ucapan, biasanya akan berujung dengan pertengkaran. Inilah kami, hidup
bersama dalam satu atap. Pertengkaran dan keributan selalu mewarnainya,
entah karena rasa sayang atau hanya sekedar basa-basi belaka.
Dia
melihat isi mangkok ku. “ mie instan lagi? Hey tante, apa kamu ini
benar-benar bodoh atau ga bisa baca! Mie instan itu menganduk wax, jika
terus dikonsumsi wax itu ga bisa dikeluarkan, lama kelamaan akan
mengendap diperutmu dan lama-lama bisa membunuhmu.”
“bukan mie yang akan membunuhku! Tapi kelaparan kronis yang akan membunuhku kalau aku ga segera makan.”
‘kamu kan bisa masak!”
“aku ga bisa masak!” jawabku enteng.
“hah”
Lee membuang nafasnya. “bagaimana mungkin ada perempuan Indonesia yang
ga bisa masak? Apa ibumu tak pernah mengajarkanmu memasak?”
Aku
tersentak mendengar perkataannya. Berhenti menelan makanan walau sudah
masuk mulut. “ibuku meninggal saat aku berusia 10th” jawabku rendah.
Lee
terdiam. Dia mengambil mangkukku lalu menumpahkan isinya ke tempat
sampah. “aku akan memasakkkan untukmu, bersabarlah sedikit” Lee
mengambil celemek lalu memulai adegan yang tak pernah aku lakukan.
Seorang yang kuanggap bocah bermulut jelek masak untukku?
Tiba-tiba
dia menjadi sangat manis. Ternyata benar, cowok itu terlihat seksi jika
sedang memasak. Tentu lain ceritanya jika yang memasak itu abang
penjual nasi goreng. Yang seksi itu yang memasak dengan cinta, kata ibu
dulu. Pantas ibu sangat mengagumi ayah yang pandai memasak. Huh
lagi-lagi teringat mereka, andai aku tak pernah dilahirkan mungkin semua
tak akan seperti ini.
“ini” Lee menaruh beberapa jenis makanan. “ayo makan bersama” ajaknya.
Melihat
makanan aku seperti melihat surga. Baru kali ini aku diperlakukan
dengan sangat istimewa (itu menurutku) oleh seorang laki-laki.
“makasih ya....?” jawabku
“ini ga gratis”
“apa?”
aku melototot “jadi aku harus bayar, baiklah sekaranga aku muntahkan”
aku menuju tempat sampah dan memuntahkan apa yang sudah kumakan.
“heh! Aku ini sudah memasak dengan susah payah untukmu, mengapa dimuntahkan?”
“aku juga sudah susah payah memasak mie instan dengan susah payah. Kenapa kamu membuangnya?”
“itu karna makananmu itu tidak sehat.”
“lebih
baik akau makan makanan yang ga sehat daripada harus makan makanan yang
ga ikhlas, ini lebih layak disebut pakan ternak daripada makanan
manusia.”
“siapa bilang ini makanan manusia, ini makanan monster.
Maka dari itu makanlah dengan lahap” dia menyerahkan selembar foto “ini,
bayarlah dengan ini”
“siapa dia?”
“tolong cari tau dia, dia
mahasiswa hukum sepertimu. Hanya 2 tingkat dibawahmu. Kalau tante
benar-benar penyidik handal, tolong selidiki dia untukku”
Aku
menatap foto yang disodorkannya, gadis cantik berambut panjang dengan
dagu yang meruncing. Ternyata seleranya benar-benar tinggi.
---000---
Di
kantor advokat aku berusaha mencari tau siapa sosok dibalik foto yang
Lee berikan. Ternyata dia lumayan populer, baru 1 semester disini,
hampir semua mahasiswa fak. Hukum mengenalnya. Dia cantik, benar-benar
cantik. Seperti bidadari. Sayngnya namanya begitu menggelikan bagiku.
Namanya itu sok berharga banget! Berliana intan mutiara permatasari. Sok
berharga banget kan???? Kenapa ga sekalian ditambah emaswati
dibelakangnya.
“kakak nyari aku?”tanyanya saat menghampiriku.
Aku tersenyum (aslinya terpaksa) “iya, kamu Berliana ya?”
“iya, ada apa?” tanyanya ketus. Huh, sia-sia aku senyum.
“aku mencarimu untung Lee, kamu mengenalnya? Ini fotonya” aku menydorkan foto Lee yang kuambil (tepatnya kucuri) tadi pagi.
“aku
sudah ga da urusan apa-apa dengannya” dia meninggalkanku. Gitu aja,
kayak aku ini bukan orang aja. Apa dia satu spesies dengan Lee yang
selalu menganggapku monster.
“tunggu!” panggilku, (terpaksa lagi,
karna sudah di sogok makan malam. Ternyata di sogok itu sangat tidak
menyenangkan) “dia jauh-jauh datang dari Belanda hanya untukmu Berlian,
dia pindah kuliah juga karenamu. Di hampir gila karenamu.” Ucapku
sedekit berlebihan
“apa kakak ga tau, betapa sakitnya aku saat dia
mengatakan pada teman-temannya, aku ini hanya mainannya. Aku ini Cuma
barang taruhan baginya. Aku juga jauh-jauh dari Belanda, meninggalkan
semua mimpiku hanya untuk menghapusnya dari hidupku. Aku juga sama
hampir gilanya dengannya” dia langsung pergi setelah mengucapkan
kata-kata yang yang membuatku tersihir. Begitukah? Lee benar-benar
brengsek!
---000---
Perutku berkontraksi, entah apa yang
terjadi. Aku seperti mau mati. Keringat dingin nmengucur deras di
tubuhku. Samar-samar ku dengar suara Lee memanggil dari luar, tapi rasa
sakit ini membuatku tak berdaya, apakah ini rasanya kematian? Mengapa
begitu sakit? Kalau sesakit ini, kenapa ayah dan ibuku rela mati
untukku?
“tante” tiba-tiba Lee muncul dibalik pintu yang tadinya kukunci.
“tante kamu ga papa?”
“perutku sakit Lee”
“tunggu sebentar ya...” Lee pergi meninggalkanku setelah menyelimutuku,
5 menit menunggu
½ jam menunggu
1 jam berlalu, Lee masih belum kembali sampai akhirnya aku tertidur dan tak tau lagi seberapa lama Lee pergi.
“tante” panggilnya
Pelan-pelan aku membuka mata. “minum ini?” dia membawakan obat magh padaku
“aku tidak mau? rasanya ga enak!” tolakku
“apa?
Ga enak? Tidakkah kamu berfikir betapa aku mengkhawatirkan kesehatanmu?
Tidakkah kamu berfikir bagaimana capeknya aku berlari mencari obat ini?
Apakah kamu tau, motorku mogok dan kutinggal begitu saja karna hanya
memikirkanmu! Cuma kamu yang ada di otakku sampai aku tak tau berapa
lama aku berlari. Dan hanya karna rasanya yang ga enak...” belum Lee
menhyelesaikan ucapannya aku sudah merampas obat yang dibawanya, lalu
segera menelannya.
“apa kamu puas sekarang?” tanyaku berlinanga air mata “keluar darikamarku, tolong.... kumohon”
Lee
keluar dengan mimik tak mengerti, aku tau dia pasti tak mengerti dengan
sikapku. Maafkan aku Lee, aku hanya tak ingin kamu melihatku sekarat
lebih dari ini. Aku tak seperti yang kamu bayangkan. Aku ini sakit lebih
dari apa yang kamu bayngkan.
---000---
Pagi ini kupaksakan
untuk tersenyum, tak peduli seperti apa sakitnya kejadian semalam. Aku
tetap ingin Lee tau aku baik-baik saja.
“aku bantu masak ya Lee” tawarku saat melihatnya masak.
“kamu ga apa-apa tant? Kamu pucat?” aku menepiskan tangannya saat menyentuh daguku.
“haha, tidak apa-apa.” Aku mengambil pisau “mana yang perlu dipotong?”
“potong wortel saja” jawabnya
“oya
Lee, aku sudah bertemu dengan Berlian, aku rasa kamu benar-benar
brengsek. Dia itu kurang apa? Tega sekali kamu mempermainkannya”
“aku
ga pernah mempermainkannya, awalnya dia memang bahan taruhanku dengan
teman-temanku. Tapi setelah itu aku benar-benar mencintainya”
“dasar brengsek” ucapku kesal sampai aku tak sadar pisau yang kugunakan mengiris telunjukku. “awwww” teriakku spontan
Lee yang tersentak mencoba menghentikan pendarahan dijariku dengan menghisap darahku dimulutnya.
“jangan
Lee” aku melarangnya sebelum jariku menyentuh bibirnya “aku seorang
muslim, sekalipun aku bukanlah muslim yang taat, tapi aku tau seorang
laki-laki dan perempuan tidak boleh seperti itu, aku bisa melakukannya
sendiri” aku berjalan meninggalkan Lee yang nampaknya mengetri.
---000---
Tiga
hari ini aku ga ke kampus. Kangan rasanya, apalagi Alya bilang ada
konser di kampus. Baru di tinggal 3 hari ternyata sudah banyak
perubahan. Suasana lebih ramai karna ada band ibukota yang konser di
kampus.
“Meswa” teriak Alya dari kejauhan.
Alya berlari mendekatiku “kamu tau ga? Berliana, orang yang waktu itu kamu tanyain... sekaranga ada di panggung”
“owhhh, ngapain?”
“ga tw, makanya ayo liat” Alya menyeretku ke barisan paling depan.
“wah cowoknya ganteng Mes!”ucap Alya.
Di
panggung aku melihat Berlian dengan oh my God, itukan Lee? Jadi 3 hari
ini dia sering pulang malam karna Berlian? Aku pikir dia care sama aku?
Lalu untuk apa aku relakan diri ga tidur hanya untuk menunggunya pulang?
Benar-benar brengsek!
“kalau kamu benar-benar cinta sama aku, aku
ingin kamu bilang sama semua orang yang ada disini, kalau kamu cinta
sama aku” ucap Berlian
Tu cewek udah gila apa? Ga sadar pa dia
lagi jadi tontonan. Kemarin dia bilang dia jauh-jauh dari belanda untuk
melupakan Lee... tapi sekarang begitu.
“aku cianta sama kamu ber..... maukah kamu kembali padaku?”ucap Lee.
Ucapan
Lee seperti peti yang menyambar hatiku, entah mengapa aku merasa ada
disisi hatiku yang hilang. Wajahku memanas, tak tersa cairan garam
sejenis NaCl membasahi wajahku.
“Meswa? Kamu kok nangis?”tanya Alya
“aku
pulang dulu Al.....” ternyata seperti ini rasanya kehilangan. Inikah
cinta? Mengapa aku tau cinta setilah aku kehilangan dirinya. Sakit
sekali rasanya.
Pop corn
Makam kenangan
“aku cianta sama kamu ber..... maukah kamu kembali padaku?”ucap Lee.
Ucapan
Lee seperti peti yang menyambar hatiku, entah mengapa aku merasa ada
disisi hatiku yang hilang. Wajahku memanas, tak tersa cairan garam
sejenis NaCl membasahi wajahku.
“Meswa? Kamu kok nangis?”tanya Alya
“aku
pulang dulu Al.....” ternyata seperti ini rasanya kehilangan. Inikah
cinta? Mengapa aku tau cinta setilah aku kehilangan dirinya. Sakit
sekali rasanya.
Aku ingin berlari, bahakan lenyap daridunia ini.
“tapi aku ga cinta sama kamu” tiba-tiba Berlian mengatakan hal yang tak seharusnya, kontan aku berbalik
“sekarang kamu tahu kan bagaimana rasanya dipermalukan?”tambahnya lagi.
Jadi? Ini cara Berlian balas dendam?
---000---
Kamar Lee masih tertutup rapat, dia tak mau membuka pintunya.
“Lee....” berkali-kali aku mengetuk pintu
“aku ga papa tant” akhirnya menyahut juga
“hai Lee, patah hati itu ga akan bikin kamu mati” teriakku.
Dia
tak mau menjawab, hal itu terus berulang sampai 5 hari. Bertemu tak
menyapa, senyum pun tidak. Meskipun rumah ini jadi tenang tapi aku
merindukan masa-masa itu Lee, aku merindukanmu, bisakah kamu bersikap
seperti biasanya.
“Lee....” aku kembali mengetuk pintu kamarnya. “maukah kamu menemaniku ke suatu tempat?”
“pergi sendiri aja ya tant, aku banyak tugas nich”
Aku
putus asa. Tahun ini berlalu seperti tahun-tahun sebelumnya. Di ruang
makan, Kumatikan lampu, lalu menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
“Meswa” dari arah belakang Lee memanggilku. “kamu menangis?”
“aku hanya ingin merayakan ulang tahun dengan seseorang Lee...”
“iya iya, kamu mau pergi kemana?”
---000---
“kamu senang?”tanya Lee saat sampai danau
Aku
mengangguk berkalai-kali “ini makam kenangan Lee, dulu sering kesini
bersama ayah dan ibu, tapi itu sudah lama sekali. Sejak mereka
meninggal, tempat ini turut menjadi makam kenangan bagi ku”
“maaf
ya.... aku ga tau kamu ulang tahun tant, aku ga nyiapin apa-apa deh” Lee
tersenyum, manis sekali “kamu menginginkan sesuatu tant?”
Aku mengangguk “aku ingin kamu tersenyum”
Lee langsung mengabulkan permohonanku, “harusnya dari dulu aku melupakannya”
“iya, di tidak layak bernama Berlian, sok berharga. Dia lebih pantas di panggil bear (beruang) lian daripada Berlian”
“iya, sok berharga”katanya mengikuti kata-kataku.
Aku emejamkan mataku, make a wish AKU INGIN LEE BAHAGIA.
AKU INGIN LEE BAHAGIA
INGIN LEE BAHAGIA
LEE BAHAGIA
BAHAGIA
Kata
itu terus terdengar di telingaku dab memaksa mataku untuk terbuka.
Mengharapkan Lee bahagia sama halnya dengan pergi darinya
sejauh-jauhnya.
“kamu kenapa tant?”tanya Lee
“hah!ga papa”
“kok kamu keliahatan ketakutan?”
“ga papa Lee” jawabku seakan-akan tak ada apa-apa.
“oya ini” Lee mengeluarkan sebilah pisau “pisau ini tiba-tiba berkarat”
Aku tertawa garing “hahaha, massa?”
“iya, padahal pisau ini anti karat. Susah payah aku mendapatkannya di Belanda”
“Belanda? Cuma untuk sebuah parang? Lebay deh...”
“aku tu nyari yang berkualitas, yang anti karat” bantahnya
“iya, tapi ni karatan. Ketipu kamu Lee, dasar bocah!”
Bukkk!!! Tangan Lee mendarat dikepalaku “aww”
“lihat ini, ada bercak merah disini” Lee menunjuk warna merah yang agak sedikit pudar.
“owhhhh
mungkin ini terkena H2SO4 Lee, kemarin aku meminjam pisaumu untuk
identifikasi di laboratorium” aku lalu tersenyum tanpa dosa.
“owh H2SO4 ya...”
“ayo pulang” ajakku
---000---
Rasa
sakit ini kembali lagi, entah apa yang terjadi. Lee kembali meberiku
larutan hidroksida, aku terpaksa menelannya. Dan sudah dapat dipastikan
rasa sakit itu semakin bertambah. Aku seperti akan mati. Sakit sekali.
Starligh hp-ku berbunyi di iringi lagu part of the dream
“iya Al”
“Meswa, tadi ada beberapa orang yang memeriksa berkas-berkasmu”
“siapa?”
“aku juga ga tau, tapi mereka bilang mereka dari badan intelegen. Kamu kenapa? Kamu kenal mereka?”
“ga.”
“ya sudah kamu segera kesisni ya...?”
“aku ga bisa Al”desahku
“kamu sakit?”
“aku Cuma ga enak badan”
“ya sudah istirahat ya....”
Aku
menutup telfonnya, rasa sakit ini sudah tak dapat kutahan lagi. Lebih
dari itu, darah mengucur dari hidungku. Hatiku berbisik. Entah berdoa,
memohon atau merintih.
Tuhan....aku juga makhluk-Mu kan? Jika
dimata-Mu aku juga makhlukmu, Aku mohon jaga Lee dalam perlindungan-Mu.
Aku ikhlas jika sekarang Kau ambil aku kembali pada-Mu
Tapi aku mohon Tuhan, jangan biarkan Lee meneteskan setetespun air mata untukku
Aku
juga manusia kan? Karna bagi seorang manusia, Yang paling menakutkan
bukanlah kematiannya. Melainkan hati orang yang ia sayangi.
Aku mohon..... Hapuslah aku dalam setiap ingatannya. Bawa ia pergi jauh dariku
Aku mohon......
Tuhan......
---000---
Di rumah sakit, aku bertemu dengan dokter Ferdi, dialah dokterku sejak kecil. Dia yang paling tau kondisiku.
“mengapa kamu menelannya?”tanya dokter ferdi
“aku ingin terlihat normal dihadapannya”
“dengan membahayakan dirimu?”
Aku terdiam
“tinggallah disini, kamu perlu perawatan intensif wa...jika tinggal bersamanya kamu akan terus-menerus menelan zat basa”
Aku masih terdiam, aku sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Tak ada yang perlu disesali.
“aku akan mengurus administrasi perawatanmu, sekarang bersiaplah”
“aku ingin pulang” bantahku
“Meswa!!!”
“setidaknya
untuk berpamitan padanya” aku mulai menagis, “aku harus menemuinya,
untuk mengatakan jangan pernah mencariku, untuk mengatakan lupakan aku.
Hanya untuk malam ini” aku memohon. “aku ingin menghapus jejakku, aku
tak ingin dia dalam bahaya”
Dokter Ferdi tampaknya mengerti. “berjanjilah padaku untuk tidak meminum zat basa lagi”
Pintanya.
---000---
Pukul 21.30
Aku pulang, nampaknya Lee sudah pulang. Semua lampu menyala.
“hai”sapaku
“kamu kemana aja?” tiba-tiba dia membentakku
“aku ke dokter”
“tapi bisakah kamu tidak mematikan hp-mu?”
“tadi low bat”
“apa ga bisa menelponku lebih dulu! Aku ini menghawatirkanmu!” nadanya lebih mirip membentakku daripada mengkhawatirkanku.
“berhentilah
mengahawatirkanku! Aku ini bukan anak kecil!” aku berteriak untuk
mengimbangi kata-katanya. Tanpa sadar darah segar mengalir dari
hidungku. Aku mengambil tissue kemudian membersihkan hidungku.
“tante, kamu ga papa?”
“berhentilah
memanggilku tante! Aku bukan tantemu! Apa menurutmu aku ini setua
tantemu! Aku benci kamu Lee!” bentakku seraya masuk kamar.
Hah!!! Takut sekali rasanya, mengucapkan kata-kata yang tak ingin kukatakan. Aku sampai harus menjaga suaraku agar tak bergetar.
“Meswa keluar! Ada yang ingin aku bicarakan padamu!” Lee masih saja berteriak di balik pintu kamarku.
“Meswa! cepat keluar!” dia terus menerus berteriak.
Sampai aku tak tahan dan akhirnya membanting pintu.
“apa kamu ga tau ini jam berapa?”teriakku
Lee menarik tanganku kemudian memelukku, “jangan perlakukan aku seperti orang bodoh”
“lepaskan aku Lee” mencoba melepaskan pelukannya, namun aku tak mampu melawannya.
“aku
sakit Lee....jadi tolong jangan tambah bebanku?” air mata yang kutahan
mengalir juga, membuat sungai-sungai kecil di pipiku.
“kita akan cari obatnya!”
“sakitku ga bisa diobati”
“ga da penyakit yang gakbisa diobati” bantahnya
“berhentilah
Lee....lupakan aku...” Lee akhirnya melepaskan pelukannya. Aku terdiam
sejenak “bagaimana rasanya jatuh cinta Lee? Ceritan padaku. Aku tak tau
seperti apa itu cinta?”
Lee duduk di sofa. Dia membisu.
“apa itu cinta Lee?” desakku
“aku tak tau.” Jawabnya.
“bukankah kamu mencintai bear lian?”
“kamu
takan pernah tau artinya cinta jika kamu belum pernah kehilangannya,
dan disaat kehilangannya, kamu akan mersakan kegilaan yang sangat
mendalam” ucapnya lirih.
Tertegun mendengar jawabannya, seperti
itukah cinta? Mengapa cinta terdengar sangat menakutkan bagiku. Jika
benar demikian, jangan pernah mencintaiku Lee. Jangan pernah!
---000---
Aku
menjalani perwatan seperti yang dianjurkan dokter Ferdi. Di ruang
bernomor 832, tak banyak yang bisa kulakukan. Hanya menatap jendela.
Menerka-nerka bagaimana reaksinya membaca memo yang ku tulis seminggu
yang lalu. Apakah dia sedih, senang atau ada perasaan lain? Tak banyak
yang kuminta. Hanya memintanya untuk tidak mencariku selama aku
menjalani masa pengobatan. Hanya itu. Tidak berat kan? Lee benar, aku
tak layak disebut manusia. Aku ini monster. Baru kali ini aku merasa
semerana ini.
---000---
Dimata Lee....
“Lee....” Berlian memanggilnya.
Lee menghentikan langkahnya “ada apa?”
“zahra prameswari. Apakah kamu tinggal bersamanya?”
“iya, kenapa memangnya?”
“tinggalkan dia?”
“apa?”
“aku
masih peduli padamu. Maka dari itu aku katakan padamu. Tinggalkan dia.
Dia bukan manusia. Sekarang badan intelegen sedang mencarinya. Dia
adalah robot yang diciptakan untuk berperang”
Lee mulai
mengingat-ingat apa yang pernah terjadi. ‘Pisau itu?’ ucapnya dalam
hati. ‘pisau itu berkarat, bercak merah! Meswa bilang itu H2SO4, tapi
mana ada H2SO4 berwarna merah. Warna merah itu darah Meswa yang tergores
saat memotong wortel. Jika benar yang yang Berlian katakan. Itu berarti
darah Meswa mengandung asam sulfat. Apakah itu sebabnya Meswa selalu
berusaha menolak meminum obat magh. Mengapa dia seka menelan aspirin?
Itu karna tubuhnya bersifat asam, sedangkan obat magh bersifat basa. Dia
takkan mampu menerima zat basa. Jadi itu sebabnya kenapa
perlengkapannya aneh. Semua perlengkapannya bersifat asam agar sesuai
dengannya. Jadi sekarang dia dalam bahaya? Itukah sebabnya dia memintaku
untuk tak mencarinya? Lalu sekarang kemana dia?” Lee kemudian berlari.
Dia melewati Berlian begitu saja yang masih mengatakan bahwa Meswa
seorang robot perang.
---000---
“Meswa!” suara Lee membuyarkan lamunanku. Darimana dia tau aku disini.
“Kita harus pergi darisni.” Katanya lagi, sambil memasukan barang-barangku.
“kamu kenapa Lee?”
“kita harus pergi, aku akan membawamu pergi dari sini”
“aku ini sakit Lee, kamu mau membawaku kemana?”
“sakit
karna tubuhmu ga bisa menerima zat basa?”kaytanya yang mengejutkanku,
darimana dia tau. “kalau tau itu membahayakanmu kenapa masih
meminumnya?”
Aku dan Lee terdiam, kami memcoba menyelami hati
masing-masih. Berharap waktu itu dapat kembali terulang dan kita
menghindari semua kesalahan yang kita buat.
“ayo kita pergi” Lee menarik tanganku.
“aku ini monster Lee, kamu benar aku monster. Aku ga bisa ikut bersamamu”
“jika kamu membawanya, itu sama saja kamu akan membunuhnya Lee” dokter ferdi tiba-tiba datang.
“tapi badan intelegen mencarinya”
“keluar Lee, aku harus berbicara dengan dokter ferdi”
Lee keluar, hanya ada aku da dokter yang selama ini menjagaku.
“suruh di pergi dok, suruh dia pergi jauh. Aku mohon dokter, aku ga bisa melihatnya dalam bahaya”
“jika kalian saling mencintai, maka lewatilah semua ini bersama-sama” nasihat dokter ferdi.
“lalu membiarkannya mati bersamaku?”
“itu akan sama saja jika kamu mati sendirian, dia bisa gila karnamu”
“setelah aku mati, cucilah otaknya”
Aku dan dokter ferdi terdiam. Mengapa harus seperti ini?
“apa yang kalian lakukan? Diluar ada orang-orang berseragam hitam yang datang kesini.”
Lee akhirnya masuk setelah beberapa menit menunggu diluar.
“katakan padanya untuk pergi dok, pergi jauh dari sini” ucapku pada dokter ferdi
“kita akan pergi bersama.” Bantah Lee
“aku ini monster! Aku monster yang disuntikan pada embrio manusia! Aku berbahaya Lee!”
“8 bulan hidup denganmu, aku bahkan tak terancam sedikitpun.”
“aku
berbahaya bagi jutaan manusia Lee, mereka mencariku hanya untuk tau aku
ini makhluk yang terbuat dari apa? Sesudah itu, mereka akan
mengembangkanku, menjadikan makhluk-makhluk seperti untuk peperangan.
Aku benci peperangan!”
Tanpa berkata-kata Lee mebawaku lari, tak
ada yang bisa kulakukan. Aku hanya terus mengikuti langkah kakiku yang
ikut berlari bersama kakinya. Lari, terus berlari. Semua terasa ringan.
Beban, rasa sakit sekejap menghilang terbawa angin.
“Lee!!!” aku menghentikan langkahku, saat melihat rombongan orang berbaju hitam-hitam menghadang dari depan.
“ayo
ikut aku” Lee menarik tanganku, kita menuju atap. Rumah sakit ini
sepertinya sudah disterilkan, tak ada orang lain kecuali aku, Lee dan
dan orang-orang yang mengaku badan intelegen itu.
Diatas atap dokter ferdi dan paman kim sudah menyiapkan helicopter.
“ayo
naik” seru paman kim sambil mengulurkan tali. Lee memintaku untuk naik
lebih dulu. Pasukan intelegen melihat kami, aku dan Lee berusaha naik
dengan cepat. Dan orang-orang itu berusaha menembaki kami. Aku berhasil
naik ke helicopter, namun tiba-tiba sebuah peliru menembus punggungku.
Darahku mengalir, dan aku baru menyadari setelah aku naik ke helicopter.
Ternyata darahku menetes di tali yang kupanjat. Darahku yang mengandung
asam sulfat membakar tali yang masih dinaiki Lee. Sekuaat tenaga aku
manrik tali yang hampir putus itu. Lee menyadari talinya hampir putus,
posisinya masih jauh sedangkan orang-orang itu semakin dekat.
“ayo Lee, aku akn menahan talinya” ucapku
“pergilah....” tiba-tiba Lee memotong tali dengan pisau berkarat miliknya.
“hentikan Lee” teriakku
“pergilah
sejauh mungkin. Bertahanlah. Tujuh tahun, aku berjanji tujuh tahun
lagi. Kita akan berjumpa di makam kenangan. Pergi yang yang jauh, jangan
biarkan mereka menemukanmu”
Tali terputus.... aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaiman Lee terjatuh. Darahnya membasahi lantai.
“Lee.....” teriakku, aku hampir melompat ke bawah namun dicegah paman kim.
kalau
kamu turun, itu sama artinya kamu membawa manusia dalam peperangan.
Ingat Meswa, ayah dan ibumu mati untuk melindungimu. Mereka tak ingin
kamu diteliti, mereka tak ingin ada rekayasa genetika lagi selain kamu
yang dibuat untuk peperangan”
Hah, getir sekali
mengingat masa-masa itu. Hari ini tepat tujuh tahun setelah tragedi itu.
Aku menyusuri jalan disekitar danau yang kusebut sebagai makam
kenangan. Lee apakah kamu masih hidup? Apakah kamu masih ingat kamu
berjanji untuk menemuiku disini? Lee, taukah kamu aku masih menunggumu.
Aku
terpaku oleh sosok didepanku. Meskipun sudah menyiapkan mental selama 7
th, ternyata aku tak bisa menutupi rasa terkejutku. Aku merasakan sesak
nafas sampai tak bisa bernafas
“ayo pergi”ucapnya.
---000---
Di hotel kamar no 227B, aku dan Lee, duduk bersama.
“sebentar lagi orang-orang itu akan segera kesini, kamu siap.?”
Aku mengangguk. Diikuti Lee yang menyiapkan seperangkat bom daya ledak ringan.
“ini untuk kebaikan umat manusia Mes... rekayasa genetik tak boleh terulangi.”
Aku kembali mengangguk.
---000---
2
tahun berlalu, lee duduk di teras rumahnya. Dia membaca berita dari
koran nasional. 2 TAHUN KEMATIAN, ZAHRA PREMESWARI MARIA SUNDUS. Para
pakar masih berusaha mengembangkan rekayasa genetika. Judul itu
terpampang jelas dihalaman utama.
“kamu hebat lee”ucapku sambil menggendong bayi berusia 10hari.
“kemarikan eloise padaku”pintanya.
“bagaimana mungkin kamu bisa menyebarkan berita kematianku?”
“membunuh meswa adalah jalan terbaik, maka dari itu. Selama 6 th aku belajar kloning manusia.”ucapnya santai.
Jadi
seperti itu? Lee mengkloningku dan mengebomnya. Semua orang berfikir
itulah aku. Kini aku hidup dengan identitas baru. Hidup di puncak gunung
bersama putriku eloise dan suamiku, lee.
“untung matamu mirip ibu
nak.... coba mirip ayahmu, pasti jelek sekali. Mata sipit.”ugamku pada
eloise yang tertidur dalam dekapan lee.
“hei tante!” balasnya “kalau dia mirip denganmu, dia akan cepat tua!”
---000----